About Us

Senin, 29 Juli 2013
ASSALAMUALAIKUM WR-WB Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST


Seluk-Beluk Dayah di Aceh

Dayah di Aceh diyakini ada sejak 800 M. Tertua bernama Cot Kala. Tidak dapat dipungkiri, pondok pesantren atau yang lebih dikenal di kalangan masyarakat Aceh dengan istilah dayah mempunyai peranan penting dalam proses tumbuh dan berkembangnya pendidikan Islam di Nusantara.

Keunikannya juga telah membuat hampir setiap orang mengenalnya. Kepercayaan diri dan kebanggaan atas ketradisionalitasannya justru merupakan faktor yang membuat dayah semakin survive, bahkan dianggap sebagai alternatif dalam hegemoni modernisme masyarakat masa kini.

Keberadaan dayah sendiri diyakini telah ada sejak masuknya agama Islam di Aceh. Yakni pada tahun 800 M. Saat itu para pedagang dan mubaligh yang datang dari Arab berlabuh di daerah pesisir Sumatera. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para pedagang dan mubaligh ini juga pro aktif menyebarkan agama Islam. Untuk lebih mempercepat proses penyebarannya, maka didirikanlah dayah yang pada waktu itu berfungsi sebagai media transformasi pendidikan Islam kepada masyarakat.

"Cikal bakal berdirinya dayah itu muncul pada awal-awal Islam masuk di Aceh yang bertujuan untuk mendidik masyarakat agar dapat lebih memahami ajaran-ajaran agama, disamping juga untuk menyebarkan agama Islam di nusantara khususnya di Aceh," ujar Kepala Museum Aceh, Nurdin AR.

Nama dayah sendiri diambil dari Bahasa Arab; zawiyah. Istilah zawiyah, secara literal bermakna sudut, yang diyakini oleh masyarakat Aceh pertama sekali digunakan adalah sudut Masjid Madinah, ketika Nabi Muhammad memberi pelajaran kepada para sahabat pada awal diturunkannya agama Islam. Pada abad pertengahan, kata zawiyah dipahami sebagai pusat agama dan kehidupan sufi yang kebiasaannya menghabiskan waktu di perantauan. Kadang-kadang lembaga ini dibangun menjadi sekolah agama dan pada waktu-waktu tertentu juga dijadikan sebagai pondok bagi para pencari ilmu-ilmu agama.

Seiring berjalannya waktu, peran dan fungsi dayah juga berkembang. Dayah tidak lagi sebatas tempat pendidikan keagamaan, tetapi juga menyentuh ranah sosial politik dan menjadi tempat untuk menjaga manuskrip serta kitab-kitab kuno yang langka.

"Dayahlah yang telah mendidik rakyat Aceh pada masa lalu sehingga mereka ada yang mampu menjadi raja, menteri, panglima militer, ulama, ahli teknologi perkapalan, pertanian, kedokteran, dan lain-lain," ujar Prof DR M Hasbi Amiruddin, MA dalam makalahnya berjudul "Program Pengembangan Dayah di Aceh".
Menurut ensiklopedi agama Islam (Departemen Agama, 1993), tercatat bahwa dayah tertua di Aceh adalah dayah Cot Kala yang sudah berdiri sejak abad ketiga hijriah. Dayah tersebut menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara dengan tenaga-tenaga pengajar yang didatangkan dari Arab, Persia, dan India.
Setelah Cot Kala, generasi berikutnya adalah Dayah Kan’an di wilayah Lam Keuneu’eun, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, yang didirikan pada abad ketujuh hijriah oleh Syekh Abdullah Kan’an, penyebar Islam berdarah Palestina.

Peranan dayah sebagai pusat lembaga pendidikan Islam mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu berdiri dayah manyang (setara perguruan tinggi) yang berpusat di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh, dan memiliki tak kurang dari 44 guru besar yang sebagian berasal dari Persia dan India. Di sinilah kader-kader ulama dan cendikiawan muslim terkemuka memperoleh pendidikan. Mereka tidak hanya datang dari Sumatera, tetapi juga dari berbagai wilayah lain di Asia Tenggara. Dari sini mereka mulai membentuk jaringan intelektual atau ulama di seluruh dunia, hingga dikenal sebagai lima negara Islam super power dunia.

Selain Kerajaan Aceh Darussalam, kerajaan lain yang menjadi kekuatan besar Islam pada masa itu adalah Kerajaan Turki Usmaniyah yang berpusat di Istanbul, Kerajaan Islam Maghribi di Afrika Utara, Kerajaan Islam Isfahan di Timur Tengah, dan Kerajaan Islam Agra di India.

Saat ini, dayah tertua dan masih tetap berdiri adalah Zawiyah Tanoh Abe, Seulimeum, Aceh Besar, yang lahir pada awal abad ke 17 M. Zawiyah ini menyimpan sekitar 4.000 manuskrip dan berbagai macam kitab kuno tulisan tangan karangan paraulama Aceh tempo dulu.

Pada masa perang Acjeh, dayah kembali menunjukkan peran pentingnya. Selain sebagai tempat menyusun strategi, sebagian dayah pada masa itu menjadi semacam
lembaga pemberi ijazah atau legitimasi bagi para panglima maupun prajurit sebelum terjun ke medan perang. "Hampir semua tokoh-tokoh Aceh pada masa itu ikut berperang melawan Belanda sampai pada era kemerdekaan. Mereka semua dididik dan dibesarkan di dayah-dayah," urai Teungku Bulqaini Tanjungan, pimpinan Markaz
Al-Ishlah Aziziyah.

Tokoh-tokoh penting dalam perjuangan melawan penjajah hasil didikan dayah diantaranya ialah, Tgk H Syeh Abdul Wahab yang menganut Tarekat Syathariah dan merupakan pejuang pada zaman kemerdekaan. Tokoh lain: pimpinan kelima Zawiyah Tanoh Abe, Tgk. Chiek Tanoh Abee, yang menjadi penasihat perang Aceh.

Sistem manajemen yang kurang baik, ditambah kurangnya regenerasi, telah membuat sebagian dayah-dayah di Aceh pada abad ke- 20 M mengalami banyak penyusutan. Hal itu sangat bertolak belakang dengan nasib yang dialami dayah/pesantren di luar Aceh, khususnya pesantren-pesantren di pulau Jawa, yang pada saat bersamaan justru semakin berkembang.

Nurdin menjelaskan, bahwa kebanyak-an dayah-dayah di Aceh didirikan dengan memakai kekayaan keluarga pendirinya. Jika pimpinan dayah meninggal, biasanya dayah yang ditinggalkan akan ikut mati. Hal itu dikarenakan, harta kekayaan yang dimiliki dayah tersebut cenderung dibagikan ke sanak familinya dan bukan menjadi hak penuh bagi kegiatan dayah itu sendiri. "Tidak seperti sistem pesantren di pulau Jawa, contohnya saja pesantren Gontor. Di Gontor, jika pimpinan pesantrennya meninggal, harta-harta dari pesantren maupun harta yang dikumpulkan oleh pendiri pesantren itu tidak dibagikan kepada anak-anaknya, melainkan kembali diwakafkan ke pesantren tersebut. Makanya pesantren Gontor bisa terus berkembang hingga ke pelosok nusantara," tuturnya.

Namun kini di era globalisasi yang membutuhkan asupan informasi yang semakin besar, mau tidak mau membuat sebagian dayah di Aceh tampil dengan wajah baru yang lebih modern. Sistem pembelajaran maupun pengelolaan manajemennnya pun berubah menjadi lebih canggih. Metode pembelajaran yang diajarkan tidak lagi hanya mencakup ilmu agama saja, melainkan juga mulai mengadopsi metode pendidikan di sekolah-sekolah barat, seperti mengajarkan aritmatika, ilmu sains, naskah latin, bahasa asing, dan lain sebagainya.

"Kan pendidikan juga harus mengikuti tuntutan pasar. Kalau di pesantren kalaf 100 persen, itu menjadi tidak menarik. Setelah tamat pesantren mereka mau kemana? Kan tidak mungkin menjadi ketua meunasah semua. Bagaimanapun pendidikan juga harus menopang hidup," ujar Nurdin.

Pandangan yang sedikit berbeda diutarakan Tgk Bulqaini. Menurut teungku lulusan dayah salafiah ini, keberadaan dayah-dayah modern yang semakin marak di Aceh ini tidak dapat dikategorikan sebagai dayah tetapi lebih kepada Madrasah Aliyah Negeri (MAN) plus. Bulqaini pun kurang sependapat dengan adanya pihak-pihak yang menginginkan adanya perubahan terhadap dayah salafiah. "Tidak usah ada perubahan, biar aja seperti itu. Karena apapun cerita, bertahannya Islam di Aceh dikarenakan jasa yang sangat besar dari kaum dayah," ujarnya.

Terlepas dari hal tersebut, dayah masih tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Aceh, terutama masyarakat yang tinggal di pelosok-pelosok perkampungan. Para orang tua di daerah ini lebih banyak memasukkan anaknya di dayah daripada di sekolah umum. "Dayah sampai saat ini masih menjadi pilihan utama bagi para orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Malah dayah salafiah yang murni mengajarkan ilmu agama yang lebih banyak diminati," kata Tgk Bulqaini, lagi.

Melihat tingkat kepopularitas dayah yang sangat besar, tidak sedikit pihak yang memanfaatkan dayah sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. "Saat ini ada sebagian dayah yang digunakan untuk tujuan politik tertentu yang sama sekali sekali tidak berhubungan dengan ajaran-ajaran agama Islam," ujar Tgk Bulqaini.

Saat ini di Aceh tercatat ada sekitar 1000 dayah/pesantren yang berhasil didata Dirjen Pengembangan Agama Islam Departemen Agama. Pesantren itu tersebar di seluruh kabupaten/kota.

Disadari atau tidak, dayah telah menjadi bagian vital dalam sejarah Aceh; sejak zaman kerajaan Samudera Pasai hingga era sekarang. Dayah jua lah yang telah mendidik ulama-ulama Aceh sehingga dapat mengharumkan nama Aceh di seluruh penjuru dunia.[]
Jumat, 26 Juli 2013

ASSALAMUALAIKUM WR-WB Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST


Makruh Hukumnya Menggerak-gerakkan Jari Telunjuk Ketika Tasyahhud

Jumhur ulama Syafi’i memakruhkan menggerak-gerakkan telunjuk waktu tasyahhud, dalam Hasiyah al-Bajuri jilid 1 halaman 220: “Dan tidaklah boleh seseorang itu menggerak-gerakkan jari telunjuknya. Apabila digerak-gerakkan, maka makruh hukumnya dan tidak membatalkan sholat menurut pendapat yang lebih shohih dan dialah yang terpegang karena gerakan telunjuk itu adalah gerakan yang ringan. Tetapi menurut satu pendapat, batal sholat seseorang apabila dia menggerak-gerakkan telunjuknya itu tiga kali berturut-turut [pendapat ini bersumber dari Abdullah bin Ali bin Abi Hurairah sebagaimana tersebut dalam Al-Majmu’ Syarhil Muhadzdzab III/454]. Dan yang jelas bahwa khilaf (perbedaan) tersebut adalah selama tapak tangannya tidak ikut bergerak. Tetapi jika tapak tangannya ikut bergerak maka secara pasti batallah shalatnya”.


Imam Nawawi dalam Fatawa-nya halaman 54 dan dalam Syarh Muhadzdab-nya III/454 menyatakan makruhnya menggerak-gerakkan telunjuk tersebut. Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan sia-sia dan main-main disamping menghilangkan kekhusyuan.
Dalam kitab Hasyiah al-Bujairimi ‘ala al-Minhaj 1/218: “Tidak boleh mentahrik jari telunjuk, hal ini demi ittiba’ (mengikuti sunnah Nabi). Jika anda berkata; ‘Sesungguhnya telah datang hadits yang shohih yang menunjuk kepada pentahrikan jari telunjuk dan Imam Malik pun telah mengambil hadits tersebut. Begitupula telah beberapa hadits yang shohih yang menunjuk kepada tidak ditahriknya jari telunjuk.Maka manakah yang diunggulkan’? Saya menjawab: ‘Di antara yang mendorong Imam Syafi’i mengambil hadits-hadits yang menunjuk kepada tidak ditahriknya jari telunjuk adalah karena yang demikian itu dapat mendatangkan ketenangan yang senantiasa dituntut keberadaannya di dalam sholat”.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj II:80: “Tidak boleh mentahrik jari telunjuk ketika telah terangkat demi ittiba’. Dan telah shohih hadits yang menunjuk kepada pentahrikannya, maka demi untuk menggabungkan kedua dalil, dibawalah tahrik itu kepada makna ‘diangkat’. Terlebih lagi di dalam tahrik tersebut ada pendapat yang menganggapnya sebagai sesuatu yang haram yang dapat membatalkan sholat. Oleh karena itu kami mengatakan bahwa tahrik dimaksud hukumnya makruh”.
Dalam kitab Mahalli 1/164: “Tidak boleh mentahrik jari telunjuk, hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud. Pendapat lain mengatakan: ‘Sunnah mentahrik jari telunjuk karena berdasarkan hadits riwayat Baihaqi’, beliau berkata bahwa kedua hadits itu shohih. Dan didahulukannnya hadits pertama yang menafi’kan tahrik atas hadits kedua yang menetapkan tahrik adanya karena adanya beberapa maslahat pada ketiadaan tahrik itu”.
Orang yang mengatakan sunnah hukumnya menggerak-gerakkan telunjuk berdalil hadits riwayat Wa’il bin Hujrin yang menerangkan tentang tata cara sholat Nabi. Riwayat yang dimaksud ialah: “Kemudian Nabi mengangkat jari telunjuknya maka aku melihat beliau menggerak-gerakkannya sambil berdo’a”. (HR.Nasa’i)
Hadits ini mengandung syadz, karena lafazh “yuharrikuha” tidak terdapat dalam riwayat yang dibawakan oleh 22 perawi lainnya dari Wa’il bin Hujr.
Mereka juga berdalil dengan hadits dari Ibnu Umar yang menyatakan bahwa:“Menggerak-gerakkan telunjuk diwaktu shalat dapat menakut-nakuti setan”. Ini hadits dho’if karena hanya diriwayatkan seorang diri oleh Muhammad bin Umar al-Waqidi (Al-Majmu’ Syarhil Muhadzdzab III/454 dan Al-Minhajul Mubin hal.35).
Ibn ‘Adi dalam Al-Kamil Fi Al-Dhu’afa VI/2247: “Hadits ‘Menggerak-gerakkan jari (telunjuk) dalam sholat dapat menakut-nakuti setan’ adalah hadits maudhu’.”
Redaksi hadits yang sebenarnya ialah seperti yang terdapat dalam Al-Musnad II:119, Ad-Du’a karangan Imam Thabarani II:1087, Al-Bazzar dalam Kasyf Al-Atsar I:272 dan kitab hadits lainnya yang berbunyi: “Diriwayatkan dari Nafi’, bahwa Abdullah bin Umar ra. jika (melakukan) sholat, dia berisyarat dengan (salah satu) jarinya lalu diikuti oleh matanya, seraya berkata, “Rasullah saw. bersabda: ‘Sungguh itu lebih berat bagi setan dari pada besi’.”
Jadi dalam hadits tersebut tidak disebutkan kata-kata Yuharrikuha (menggerak-gerakkannya) tetapi hanya disebutkan ‘berisyarat dengan jarinya’ yang kemudian pandangan beliau tidak melebihi ujung telunjuknya. Jadi, ketika jari telunjuk itu telah terangkat, maka pandangan mata beralih dari tempat sujud dan melirik kepada ujung jari telunjuk atau pada tempat di jari telunjuk yang menempel padanya kuku.
Para Imam (Mujtahidin) pun tidak mengamalkan hadits yang mengisyaratkan tahrik itu termasuk ulama dahulu dari kalangan Imam Malik (Malikiyyah) sekalipun. Orang yang melakukan tahrik itu bukan dari madzhab Malikiyyah dan bukan juga yang lainnya.
Al-Hafizh Ibn Al-‘Arabi Al-Maliki dalam ‘Aridhat Al-Ahwadzi Syarh Turmduzi II/85 menyatakan: “Jauhilah olehmu menggerak-gerakkan jarimu dalam tasyahhud, dan janganlah berpaling kepada riwayat Al-‘Uthbiyyah, karena riwayat tersebut baliyyah (mengandung bencana).”
Al-Hafizh ibnul Hajib Al-Maliki dalam Mukhtashor Fiqh-nya mengatakan bahwa yang masyhur dalam madzhab Imam Malik adalah tidak menggerakkan telunjuk yang diisyaratkan itu.
Tiga imam madzhab lainnya yakni Hanafi, Syafi’i dan Hanbali tidak memakai zhohir hadits Wa’il bin Hujr tersebut sehingga dapat kita jumpai fatwa beliau bertiga tidak mensunnahkan tahrik. Hal ini disebabkan karena mensunnahkan tahrik berarti menggugurkan hadits Abdullah bin Zubair dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan Nabi saw tidak menggerak-gerakkan telunjuk.
Imam Baihaqi yang bermadzhab Syafi’i memberi komentar terhadap hadits Wa’il bin Hujr sebagai berikut: “Terdapat kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan tahrik di situ adalah mengangkat jari telunjuk, bukan menggerak-gerakkannya secara berulang sehingga dengan demikian tidaklah bertentangan dengan hadits ibnu Zubair.”
Kesimpulan Imam Baihaqi adalah hasil dari penerapan metode penggabungan dua hadits yang berbeda karena hal tersebut memang memungkinkan. Kalau mengikuti komentar Imam Baihaqi ini, memang semulanya jari telunjuk itu diam dan ketika sampai pada hamzah “illallah” ia kita angkat, maka itu menunjukkan adanya penggerakan jari telunjuk tersebut, tetapi bukan digerak-gerakkan berulang-ulang sebagaimna pendapat sebagian orang.
Dari Abdullah bin Zubair, ia berkata, “Rasulullah saw., apabila duduk dalam shalat, beliau menjadikan telapak kaki kirinya diantara paha dan betisnya dan menghamparkan telapak kaki kanannya dan meletakkan tangan kirinya diatas lututnya yang kiri dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya, dan berisyarat dengan jarinya (telunjuk).” [HR. Muslim no. 579; Abu Daud no. 734; an-Nasa’i no. 1270]. Hadits ini shahih.


Telah mengabarkan Mu’awiyah bin Umar, dari Zaidah bin Qudamah, dari ‘Ashim bin Kulaib telah mengabarkan ayahnya, Bahwa Wail bin Hujrin berkata, “Aku katakan sesungguhnya aku memperhatikan shalatnya Rasulullah saw., bagaimana beliau melakukan shalat… kemudian beliau duduk iftirasy dan meletakkan tangan kirinya diatas paha dan lutut kirinya dan menjadikan siku kanannya diatas paha kanannya kemudian beliau menggenggam jari-jemarinya dan membuat lingkaran (dengan ibu jari dan jari tengah) kemudian mengangkat telunjukknya dan aku melihat beliau menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya.” [HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya (5/170); Ahmad dalam Musnadnya (4/318); Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya (3/165)]
Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wad’iy (tokoh salafy yang wafat dengan sebab kanker lidah), dalam salah satu risalahnya, telah mengupas panjang lebar tentang ke-syadz-an atau keganjilan hadits menggerak-gerakkan telunjuk yang diriwayatkan oleh Zaidah bin Qudamah, dinilai menyelisihi periwayatan 22 orang perawi yang meriwayatkan hadits serupa dari jalur ‘Ashim bin Kulaib dan mereka tidak menyebutkan kalimat “menggerak-gerakkan telunjuk”. Sementara itu, Syeikh Ahmad al-Ghumari dalam kitab Takhrij Hadits Bidayatul Mujtahid (hal. 137-140) menyebutkan 6 orang perawi yang meriwayatkan hadits dari ‘Ashim bin Kulaib tanpa ada tambahan kalimat “menggerak-gerakkan telunjuk”. Sehingga Syeikh Muqbil dan Syeikh Ahmad al-Ghumari menilai bahwa hadits menggerak-gerakkan telunjuk ini adalah Syadz (ganjil) karena hanya Zaidah bin Qudamah yang meriwayatkan hadits tersebut dengan tambahan “menggerak-gerakkan telunjuk”. Inilah alasan bagi para pengikut Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wad’iy untuk tidak menggerak-gerakkan telunjuknya ketika tasyahud, di samping alasan bahwa isyarat yang disebutkan dalam hadits pertama diatas adalah isyarat tanpa gerakan.Kemudian, dalam hadits Muslim diriwayatkan:

وحدثنا عبدالله بن حميد. حدثنا يونس بن محمد. حدثنا حماد بن سلمة عن أيوب، عن نافع، عن ابن عمر؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، كان إذا قعد في التشهد وضع يده اليسرى على ركبتيه اليسرى. ووضع يده اليمنى على ركبته اليمنى. وعقد ثلاثة وخمسين. وأشار بالسبابة.
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Humaid, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hamad bin Salamah dari Ayub dari Nafi, dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah saw ketika duduk tasyahud meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya di atas lutuk kanannya dan membuat ikatan jari 53 dan berisyarat dengan jari telunjuknya. (HR. Muslim No. (580)-116)
Dalam hadits Muslim no. (580)-114 disebutkan sifat isyarat tsb adalah رفع إصبعه اليمنى(mengangkat jari telunjuk yang kanan)
وحدثني محمد بن رافع وعبد بن حميد ( قال عبد أخبرنا وقال ابن رافع حدثنا عبدالرزاق ) أخبرنا معمر بن عبيدالله بن عمر عن نافع عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يديه على ركبتيه ورفع إصبعه اليمنى التي تلي الإبهام فدعا بها ويده اليسرى على ركبته اليسرى باسطها عليه
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi’ dan ‘Abdu bin Humaid (‘Abdu berkata “telah mengabarkan kepada kami” dan Ibnu Rafi’ berkata “telah menceritakan kepada kami” ‘Abdurrazaq), telah mengabarkan kepada kami Ma’mar bin ‘Ubaidillah bin ‘Umar dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi saw ketika duduk dalam shalat, beliau meletakkan tangannya di atas lututnya dan mengangkat jari telunjuknya yang berada di sebelah ibu jarinya kemudian berdo’a dengannya dan tangannya yang kiri berada di atas lututnya yang kiri dengan mengembang. (HR. Muslim No. (580)-114)
“Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam beliau berisyarat dengan telunjuknya bila beliau berdoa dan beliau tidak mengerak-gerakkannya”. [Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no.989, An-Nasai dalam Al-Mujtaba 3/37 no.127, Ath-Thobarany dalam kitab Ad-Du’a no.638, Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah 3/177-178 no.676. Semuanya meriwayatkan dari jalan Hajjaj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Muhammad bin ‘Ajlan dari ‘Amir bin ‘Abdillah bin Zubair dari ayahnya ‘Abdullah bin Zubair… kemudian beliau menyebutkan hadits ini.]
Hajjaj bin Muhammad, beliau rawi tsiqoh (terpercaya) yang tsabit (kuat) akan tetapi mukhtalit (bercampur) hafalannya diakhir umurnya, akan tetapi hal tersebut tidak membahayakan riwayatnya karena tidak ada yang mengambil hadits dari beliau setelah hafalan beliau bercampur. Baca : Al-Kawa kib An-Nayyirot, Tarikh Baghdad dan lain-lainnya.
Ibnu Juraij, nama beliau ‘Abdul Malik bin ‘Abdil ‘Aziz bin Juraij Al-Makky seorang rawi tsiqoh tapi mudallis akan tetapi riwayatnya disini tidak berbahaya karena beliau sudah memakai kata A khbarani (memberitakan kepadaku). Muhammad bin ‘Ajlan, seorang rawi shoduq (jujur). ‘Amir bin ‘Abdillah bin Zubair, kata Al-Hafidz dalam Taqrib beliau adalah tsiqoh ‘abid (terpercaya, ahli ibadah). ‘Abdullah bin Zubair, seorang shahabat.
Jadi, Nabi memberi isyarat dengan mengangkat telunjuk, dan bukan dengan menggerak-gerakkannya. Kata menggerak-gerakkan sendiri adalah kata yang perlu penjelasan. Apakah ia ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri, ataukah berputar-putar.
Hadits “menggerak-gerakkan” itu mengandung syadz, yang dalam pandangan Syaikh Moqbel dapat melemahkan hadits tersebut. Sedangkan hadits mengangkat telunjuk itu shahih. Maka mengangkat telunjuk dan tidak menggerak-gerakkannya adalah kuat.
Sesungguhnya di dalam sholat adalah suatu kesibukan. [HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud]
Sholat bukanlah ibadah biasa. Ia merupakan ibadah maghdhoh yang tauqify. Maka tidak semestinya menambahi pekerjaan di dalamnya kecuali dengan dalil yang kuat. Berisyarat dengan jari telunjuk itu asalnya tidak digerak-gerakkan sampai ada dalil yang menyatakan bahwa jari telunjuk itu diisyaratkan dengan digerak-gerakkan dan telah disimpulkan bahwa berisyarat dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk adalah hadits lemah. Maka yang wajib dalam berisyarat itu adalah dengan tidak digerak-gerakkan. Wallahu a’lam



ASSALAMUALAIKUM WR-WB Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST


Orang Yang Lemah Aqal

Diriwayatkan dari Ali ra katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Pada akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akalnya. Mereka berkata-kata seolah-olah mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Quran tetapi tidak melepasi kerongkong mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembus binatang buruan. Apabila kamu bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka karena sesungguhnya, membunuh mereka ada pahalanya di sisi Allah pada Hari Kiamat. [HR. Bukhari dan Muslim]
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra katanya: Seorang laki-laki telah datang menemui Rasulullah saw di Ja’ranah setelah kembali dari Peperangan Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak dan Rasulullah saw mengambil darinya untuk dibagikan kepada orang-orang. Laki-laki yang datang itu berkata: “Wahai Muhammad! Kamu hendaklah berlaku adil!” Rasulullah saw bersabda: “Celakalah kamu! Siapa lagi yang lebih berlaku adil jika aku tidak adil? Pasti kamu yang rugi, jika aku tidak berlaku adil.” Umar bin al-Khaththab ra berkata: “Biarkan aku membunuh si munafiq ini, wahai Rasulullah!” Rasulullah saw bersabda: “Aku berlindung kepada Allah dari kata-kata manusia bahawa aku membunuh shahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya membaca al-Quran tetapi tidak melampaui kerongkong mereka (yaitu tidak mengambil manfaat dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekedar membacanya saja). Mereka menyudahi bacaan al-Quran sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. [HR. Bukhari dan Muslim]
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri ra katanya: Ali yang menjadi utusan di Yaman, mengirimkan emas yang belum diproses kepada Rasulullah saw lalu baginda membagikannya kepada empat atau beberapa orang yaitu al-Aqra’ bin Haabis, Uyainah bin Badr al-Fazari, Alqamah bin Ulasah al-Amiri, kemudian kepada seorang dari Bani Kilab yaitu Zaid al-Khair At-Tha’ie, juga kepada seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: “Engkau memberikannya kepada pemimpin-pemimpin Najd, tetapi meninggalkan kami (yaitu tidak memberikannya kepada kami)?” Rasulullah saw bersabda: “Aku melakukannya untuk membujuk hati mereka.” Setelah itu datang seorang laki-laki yang berjanggut tebal dan menonjol rahangnya. Kedua matanya cengkung dan dahinya menonjol keluar. Kepalanya juga botak yaitu seperti dicukur. Dia berkata: “Ittaqullah! Takutlah kepada Allah, wahai Muhammad!” Rasulullah saw bersabda: “Siapa lagi yang lebih taat kepada Allah jika aku mendurhakaiNya? Dia mempercayaiku atas penduduk bumi, dan engkau tidak mempercayaiku?” Lalu laki-laki itu pergi. Seorang di antara shahabat meminta izin untuk membunuh laki-laki tersebut. Ada yang mengatakan bahwa laki-laki yang meminta izin itu adalah Khalid bin al-Walid, tetapi Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di antara kaumku ini, ada orang-orang yang membaca al-Quran tetapi tidak melepasi kerongkong mereka (yaitu tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekadar membacanya saja). Mereka mampu membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala hidup. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. Jika sekiranya aku menemui mereka, pasti aku bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. [HR. Bukhari dan Muslim]

Hadits Sahl bin Hunaif ra: Diriwayatkan dari Yusair bin Amr katanya: Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif: “Adakah engkau pernah mendengar Nabi saw menceritakan tentang Khawarij?” Sahl menjawab: “Aku mendengarnya sambil menunjuk dengan tangannya ke arah timur. ‘Suatu golongan membaca al-Quran dengan lidah mereka, tetapi tidak sampai ke otak mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan.’” [HR. Bukhari dan Muslim]
Dari hadits-hadits di atas, kita dapat melihat bahwa Nabi telah memberitakan tentang akan munculnya suatu golongan yang kebanyakan mereka adalah kaum muda yang lemah aqal. Mereka berbicara seakan-akan mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Qur`an, tetapi tidak memahami maknanya. Mereka keluar dari agama Islam seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Memerangi mereka merupakan ibadah.
Saat ini, kita dapat melihat banyak pula anak-anak muda yang lemah aqalnya yang mengikuti suatu pengajian. Mereka memang rajin berpuasa, rajin shalat, rajin membaca al-Qur`an. Mereka merasa bahwa mereka adalah manusia yang terbaik, yaitu mereka menisbahkan diri mereka kepada salafush shalih, generasi terbaik ummat ini. Padahal banyak dari perbuatan mereka yang sangat menyelisihi perbuatan salafush shalih.
Mereka membaca al-Qur`an dan hadits, tetapi mereka tak paham maksud yang sebenarnya. Mereka berijtihad tanpa kaidah yang benar. Sehingga ketika telah lahir fatwa dari mereka, maka dengan mudahnya mereka menyebut orang yang berbeda pendapat dengan mereka sebagai ahlul bid’ah, musyrik, dan kafir.
Diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari ra katanya: Beliau mendengar Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang memanggil seseorang dengan kafir atau menyatakan musuh Allah, padahal sebenarnya tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali kepada dirinya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Imam Ahmad ibnu Hanbal menjelaskan bahwa termasuk musuh Allah itu adalah ahlul bid’ah. Imam Ahmad ibnu Hanbal berkata: “Kuburan ahli Sunnah pelaku dosa besar bagaikan taman sedangkan kubur ahli bid’ah biarpun ahli zuhud adalah jurang neraka!. Orang fasiq di kalangan ahli Sunnah termasuk wali-wali Allah sedang orang-orang zuhud dari kalangan ahli bid’ah adalah musuh-musuh Allah!” [Lihat Thabaqat Hanabilah 1/184]
Mereka begitu mudah menyebut orang lain sebagai kafir, musyrik, ahli bid’ah dsb. Padahal tuduhan itu tidaklah benar. Misalnya mereka menganggap bahwa bertawassul dengan Nabi adalah syirik, dan pelakunya adalah musyrik. Padahal Nabi telah melakukannya dan mengajarkannya. Maka jelaslah bahwa yang telah keluar dari Islam itu adalah mereka sendiri. Mereka keluar dari Islam tanpa mereka sadari. Karena mereka tak menyadarinya dan bahkan mereka merasa sebagai ahlit tauhid, maka sulitlah bagi mereka untuk kembali kepada Islam sebagaimana sukarnya anak panah yang telah lepas dari busurnya dan menembus binatang buruan itu kembali lagi ke busurnya. Karena anak panah yang telah menembus binatang buruan, rasanya tak mungkin dipakai lagi. Artinya, tak mungkin anak panah itu kembali ke busurnya semula.
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la`nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. [QS. Al-Baqarah: 89]
Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang Yahudi sebelum Nabi Muhammad lahir, yang mereka bertawassul dengan Nabi akhir zaman agar dimenangkan terhadap orang-orang kafir. Akan tetapi ketika Nabi tersebut telah dibangkitkan, mereka ingkar kepadanya. Kemudian tersebut dalam kitab hadits:
Bahwasanya Nabi SAAW pernah berdo’a dengan mengatakan, “Dengan haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum aku.” [HR. Imam Thabrani]
“Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 37)
“Kalimat” yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku, tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki arsy tertulis ‘Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]

Di antara kekeliruan mereka adalah mereka menolak untuk bermadzhab. Tetapi lucunya, mereka sangat mengikuti pendapat guru mereka. Mereka beranggapan bahwa mujtahid muthlaq seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah itu bisa salah dan bisa benar. Namun, terhadap perkataan guru mereka, mereka begitu patuh. Padahal ilmu guru mereka itu jauh di bawah para mujtahid muthlaq. Bahkan sebagai muwazzin pun, mereka belum pantas.
Di antara kejahilan mereka adalah menolak qiyas dan ta’wil. Mereka beralasan bahwa Islam ini sudah sempurna. Memang benar bahwa Islam ini sudah sempurna. Tak satu pun peristiwa lewat tanpa keterangan hukum, baik secara tekstual maupun isyarat dan analogi.
Misalnya mengenai melafazhkan niat sholat. Mereka beranggapan bahwa ketika berqurban, Nabi memang melafazhkan niat, tetapi Nabi tidak melakukannya ketika akan shalat. Maka melafazhkan niat sholat ini, menurut mereka, tak ada contohnya dari Nabi. Padahal jika digunakan qiyas, maka dapatlah kita temukan bahwa niat qurban dan niat sholat itu sama-sama di hati, Ketika niat qurban itu boleh dilafazhkan, maka nait sholat pun boleh dilafazhkan. Begitu pula untuk ibadah-ibadah lainnya seperti berwudhu, puasa, dsb.Namun mereka menolak qiyas dan menganggap bahwa melafazhkan niat sholat itu bid’ah dholalah.
Mereka juga menolak ta’wil terhadap hadits dan ayat-ayat mutasyabihat. Bukan enggan melakukan ta’wil, tetapi menolak ta’wil. Enggan melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat biasanya adalah sikap orang-orang yang mengetahui bahaw ayat-ayat mutasyabihat memang mempunyai ta’wil, namun mereka tidak ingin menta’wil sembarangan demi berhati-hati. Sedangkan menolak ta’wil adalah sikap mereka yang menganggap ayat-ayat mutasyabihat sebagai ayat muhkamat yang tidak mempunyai ta’wil.
Misalnya mereka beri’tiqad bahwa Allah mengambil tempat dengan berdasar pada ayat: “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.”
Mahasuci Allah dari yang mereka sifatkan. Allah berbeda dengan makhluq-Nya. Ta’wil dari ayat ini adalah Allah menguasai ‘Arsy.
Mereka juga beri’tiqad bahwa Allah mempunyai tangan. Padahal makna tangan Allah bisa berarti kekuasaan Allah, penerimaan Allah, dsb.
Dengan menolak qiyas dan ta’wil, mereka telah menceburkan diri ke dalam pemahaman yang keliru. Mereka begitu mudah memvonis golongan lain sebagai ahlul bid’ah. I’tiqad mereka menjadi mirip dengan i’tiqad orang-orang mujassimah dan musyabbihah. Kekeliruan mereka dalam hal aqidah dan mudahnya mereka menuduh kafir dan musyrik kepada ummat Islam telah mengeluarkan mereka dari Islam tanpa mereka sadari.
Maka memerangi pemikiran mereka, melindungi ummat dari syubhat-syubhat (keraguan-keraguan) yang mereka tebarkan adalah ibadah yang besar pahalanya. Dan bersabarlah atas tuduhan-tuduhan mereka. Sesungguhnya pendahulu mereka telah berkata kasar kepada Nabi. Maka jika mereka berkata kasar kepada kita, itu sudah tabi’at mereka. Mereka mudah membunuh dan memerangi ummat Islam dan membiarkan orang-orang non-Muslim.
Di antara pemikiran mereka yang keliru adalah mereka beri’tiqad bahwa orang-orang non-Muslim itu mengakui rububiyah Allah. I’tiqad ini muncul karena kejahilan mereka atas ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits. Jika benar bahwa non-Muslim mengakui rububiyah Allah, lalu mengapa dikabarkan oleh Nabi bahwa non-Muslim itu tak dapat menjawab ketika ditanya, “Man Rabbuka?” di alam qubur?
Di satu sisi, mereka memvonis ummat Islam yang berbeda dengan mereka sebagai musyrik. Di lain sisi, mereka menganggap non-Muslim mengakui rububiyah Allah. Begitulah mereka, mampu membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala hidup. Dan kita telah melihat bahwa pelaku bom di Indonesia, yang menyebabkan ummat Islam juga ikut menjadi korban, adalah berasal dari golongan yang mudah memvonis ummat Islam lainnya sebagai ahlul bid’ah, musyrik dsb.

Semoga Allah melindungi kita dari pemikiran-pemikiran sesat mereka dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang sanggup memerangi syubhat-syubhat yang mereka sebarkan. Semoga Allah memberi kita kejernihan sehingga dapat memahami agama ini dengan benar dan terlindung dari kekeruhan pemikiran sesat mereka. Aamiin

ASSALAMUALAIKUM WR-WB Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST

Dayah Teungku Chik Tanon Abee Tertua Se - Asia Tenggara

                            Halaman depan dayah
Aceh Besar-Dayah (Pesantren) Teungku Chik Tanoh Abee, yang terletak di Kecamatan Seulimuem, Kabupaten Aceh Besar, adalah salah satu pesantren tertua yang ada di Wilayah Asia Tenggara. Dayah ini didirikan pada masa Kesultanan Iskandar Muda, tepatnya pada tahun 1625 M.

Dayah yang hingga kini masih bernuansa tradisional ini didirikan pada masa Khalifah Utsmaniayah, oleh seorang ulama asal Bagdad yang bernama Fairus Al Bagdady. Saat itu, ulama asal negeri yang sering disebut Negeri seribu satu malam ini, hijrah ke Aceh menyebarkan agama Islam bersama tujuh orang saudaranya.
“Dayah ini didirikan pada masa Sultan Iskandar Muda meminpin kerajaaan Aceh,” sebut Tgk Ridwan Tanoh Abee, Wakil Pimpinan dayah Tgk Chik Tanoh Abee, Jumat (20/9) malam, di rumahnya yang berada di Komplek dayah tersebut.
Semula, dayah Teungku Chik Tanoh Abee didirikan hanya berupa surau kecil di Data Sigeupoh, sekitar 4 kilo meter dari lokasi dayah Teungku Chik Tanoh Abee saat ini.
Di tempat tersebut, selain digunakan sebagai tempat menyebarkan ilmu agama, juga dijadikan sebagai tempat eksekusi hukuman cambuk bagi masyarakat yang melanggar ketentuan Syariat Islam di masa itu.


              Pamplet pustaka

Seiring berjalannya waktu, dayah yang semula berada di Data Sigeupoh akhirnya dipindahkan ke kawasan perkampungan warga. “Di tempat pertama didirikan tidak ada sumber air. Dan dipindahkan ke tempat sekarang ini,” ujar Tgk Ridwan.
Dayah yang telah mampu mencetak berbagai santri yang tersebar di berbagai pelosok ini, pernah dipimpin oleh sejumlah ulama lain setelah pendirinya kembali ke negaranya saat memasuki usia tua.
Namun, dayah ini mencapai puncak kejayaan pada masa pimpinan Syeikh Abdul Wahab yang lebih dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee. Sehingga, dayah tersebut lebih dikenal dengan sebutan dayah Teungku Chik Di Tanoh Abee.

“Dayah ini berjaya pada masa Syeikh Abdul wahab, makanya dayah ini diberi nama dayah Teungku Chik Tanoh Abee. Selain sebagai tempat pembentukan karakter ulama, semasa kepemimpinan Teungku Chik Tanoh Abee, daya ini juga dijadikan tempat berkumpulnya ulama Aceh seperti Teungku Chik Ditiro dan beberapa ulama lainnya untuk bermusyawarah dan mengatur strategi melawan kolonial Belanda,” terangnya.

Setelah meninggal Teungku Chik Tanoh Abee pada tahun 1894, Dayah yang berjarak sekitar 42 kilometer ke arah Timur Kota Banda Aceh, atau sekitar 7 km ke pedalaman sebelah Utara ibukota Kecamatan Seulimum ini, dikelola secara turun temurun.

Dari Syeikh Abdul Wahab, kemudian diteruskan kepada Syeikh Muhammad Sa’id. Dari Muhammad Sa’id pesantren ini diurus oleh Syeikh Muhammad Husen, kemudian Teungku Muhammad Ali, hingga kemudian jatuh kepada teungku Muhammad Dahlan atau yang lebih dikenal Abu Dahlan Tanoh Abee.
Semasa kepemimpinan Abu Dahlan, yakni pada tahun 1984 hingga 2007, dayah ini kembali mencapai puncak kejayaan. Ribuan santri dari berbagai pelosok menuntut ilmu di Dayah tersebut.

Tak sedikit diantara santri dari dayah Tgk Chik Tanoh Abee tersebut yang telah mendirikan pondok pesantren sebagai wadah memanfaatkan ilmu yang didapatnya.
Setelah Abu Dahlan meninggal dunia pada tahun 2007 lalu, dayah tersebut saat ini dikelola oleh istrinya yang oleh kalangan masyarakat atau santri kerap dipanggil Ummi. Dalam mengelola dayah, Ummi dibantu oleh Teungku Ridwan Tanoh Abee yang tidak lain adalah menantunya.

ASSALAMUALAIKUM WR-WB 
Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST.



Rumoh Tgk. Chik Di Awe Geutah, Peusangan Siblah Krueng.


Di Desa Awe Geutah, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, ada rumah adat asli Aceh yang masih berdiri kokoh walau usianya sudah ratusan tahun lamanya. Namun, dibalik itu banyak yang tidak mengetahui riwayat tentang pendirinya, Teungku Chik Awe Geutah, seorang ulama yang sangat berperan dalam mengembangkan agama Islam di Aceh.

Sayangnya jasa-jasa Teungku Awe Geutah seperti terlupakan. Belum ada sejarawan yang menulis riwayat tentang ulama Sufi itu. Kebanyakan mereka hanya datang untuk melihat pesona Rumoh Aceh yang masih terpelihara keasliannya sampai kini. Tanpa ada yang mau peduli untuk mengabadikannya untuk kita kenang sepanjang masa. Sehingga dikhawatirkan sejarah tentang tokoh ulama besar Aceh tersebut akan punah ditelan masa.


Pihak keluarga Teungku Chik Awe Geutah sendiri sudah banyak yang tidak mengetahui lagi secara mendetail tentang riwayat ulama yang dikenal keramat itu. Makanya untuk menulis kisah tentang Teungku Chik Awe Geutah sangat sulit. Sebab, tidak ada literatur atau referensi sebagai pedoman untuk menguatkan kebenaran penulisan sejarahnya itu.


Untunglah ada seorang peminat sejarah, khususnya tentang riwayat Teungku Chik Awe Geutah, yang masih tersisa di sana. Namanya Teungku Syamaun Cut alias Cut Teumeureuhom. Sebenarnya dia bukan bukan keturunan Teungku Chik Awe Geutah. Tapi kakeknya dulu pernah tinggal bersama anggota keluarga keturunan Teungku Chik Awe Geutah.


Dari cerita-cerita kakeknya itulah dia banyak mengetahui sejarah Teungku Chik Awe Geutah. Malah buruh kilang padi itu punya dokumentasi khusus, dan mengetahui silsilah Teungku Chik Awe Geutah sampai tujuh keturunan hingga saat ini. Nah, tulisan ini berdasarkan penuturannya kepada saya beberapa waktu lalu di bawah rumah Aceh tersebut. Keterangan laki-laki berusia 70 tahun itu, juga dibenarkan beberapa anggota keluarga keturunan Teungku Chik Awe Geutah yang mendampingi kami ketika itu.


Dikisahkan Cut Teumeuruhom, Teungku Chik Awe Geutah bernama asli Abdul Rahim bin Muhammad Saleh. Dia seorang ulama Sufi, yang berasal dari Kan’an, Iraq. Kemudian merantau dan menetap di Desa Awe Geutah, sampai dia meninggal di sana. Namun tidak diketahui persisnya tahun berapa dia pertama kali menginjakkan kaki di desa pedalaman Kecamatan Peusangan Siblah Krueng itu. Di batu nisannya pun tidak tertera tahun meninggal ulama besar tersebut.

Perjalanannya mencari Awe Geutah sebagai tempat menetap, sekaligus mengembangkan agama Islam yang aman dan damai, punya kisah tersendiri. Syahdan sekitar abad ke 13 yang lampau, Abdul Rahim bin Muhammad Saleh sekeluarga, serta tiga pria saudara kandungnya, dan sejumlah pengikutnya melakukan hijrah.

Mereka meninggalkan tanah kelahirannya.Sebab, waktu itu ada pertentangan antar pemeluk agama Islam di sana, meyangkut perbedaan khilafiyah. Untuk menghindari perselisihan yang bisa berakibat perpecahan antar pemeluk agama Islam itulah Abdul Rahim bersama keluarga dan para pengikutnya berinisiatif melakukan hijrah ke tempat lain.


Pencarian untuk mendapatkan negeri yang aman dan tenteram itu, membuat mereka harus menyingggahi beberapa tempat. Pertama Abdul Rahim beserta rombongan mendarat di kepulauan Nicobar dan Andaman di Samudera Hindia. Kemudian singgah di pulau Weh. Lalu ke pulau Sumatera, yang waktu itu mereka menyebutnya pulau Ruja. Di pulau tersebut mereka menetap beberapa saat di Gampong Lamkabeu, Aceh Besar.

Merasa belum menemukan tempat yang cocok sebagai tempat menetap, lalu mereka melanjutkan lagi pelayaran. Namun seorang saudara kandung Abdul Rahim tidak mau lagi melanjutkan perjalanan. Namanya tidak diketahui persis. Dia saat itu sudah memantapkan pilihan hatinya untuk bertahan di sana. Konon kabarnya dia kemudian menetap di Tanoh Abee. Di sana dia membangun tempat pengajian. Kelak dia lebih dikenal dengan nama Teungku Chik Tanoh Abee.

Sedangkan pengikut rombongan Abdul Rahim kemudian melanjutkan pengembaraannya. Rombongan tersebut akhirnya mendarat di Kuala Jangka (Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen-red). Sebab, mereka melihatdi situ banyak pelayar yang singgah. Di sana mereka mendapati beberapa toke dari India yang melakukan transaksi penjualan pinang di Kuala Jangka. Salah satunya bernama Cende. Dia mengaku kepada Abdul Rahim, sudah sering pulang-pergi ke Kuala Jangka. Waktu itu Kuala Jangka sudah menjadi pelabuhan yang maju, dan disinggahi para pedagang dari berbagai negara.

Rombongan Abdul Rahim kemudian menetap di Asan Bideun (Sekarang Desa Asan Bideun, Kecamatan Jangka-red). Mereka tinggal beberapa waktu dan mendirikan balai pengajian untuk mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama Islam kepada penduduk di sana. Suatu hari Abdul Rahim melihat beberapa perempuan setempat, termasuk istrinya, yang kemudian dikenal dengan nama Teungku Itam, pulang mencuci di sungai dengan berkemben (memakai kain yang menampakkan bagian dada atas). Melihat pemandangan yang tidak biasanya itu, Abdul Rahim punya firasat lain. Dia berkesimpulan, Asan Bideun bukanlah tempat yang cocok sebagai tempat mereka menetap. Negeri itu sudah laklim.




Lalu mereka sepakat pindah ke tempat lain. Kali ini rombongan terpecahb lagi, mereka terbagi tiga kelompok. Satu kelompok yang dipimpin adiknya Abdul Rahim menuju Paya Rabo dan menetap di sana (Sekarang Desa Paya rabo masuk wilayah Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara). Kelompok yang dipimpin adiknya yang lain pergi dan menetap di Pulo Iboh (Sekarang masuk wilayah Kecamatan Jangka).


Sedangkan satu kelompok lagi yang dipimpin Abdul Rahim sendiri hijrah ke Keudee Asan (Sekarang masuk wilayah Kecamatan Peusangan Selatan). Di sana rombongan tersebut sempat menetap beberapa waktu, dan mengadakan pengajian bagi penduduk setempat.

Namun setelah sekian lama menetap di Keudee Asan, dia merasa tempat itu belum cocok untuk dijadikan tempat menetap yang benar-benar sesuai keinginannya. Untuk itulah Abdul Rahim melaksanakan shalat istikharah empat malam berturut-turut, untuk memohon petunjuk dari Allah, dan harus naik ke atas bukit menghadap empat arah penjuru mata angin.

Malam pertama setelah Abdul Rahim melaksanakan shalat istikharah tengah malam, dia naik ke sebuah bukit yang cukup tinggi, namanya Gle Sibru (Sekarang masuk wilayah Desa Cibrek, Kecamatan Peusangan Selatan). Di atas bukit itu Abdul Rahim berdiri menghadap ke arah selatan. Agak lama juga dia menatap ke sana, namun tidak tampak apa-apa. Yang terlihat hanya pucuk labu. Konon kabarnya, pucuk labu yang dilihat Abdul Rahim itu adalah Desa Geulanggang Labu, Kecamatan Peusangan Selatan sekarang.

Malam kedua, setelah shalat istikharah, Abdul Rahim naik lagi ke atas bukit tersebut. Kali ini dia menghadap ke arah barat, tapi dia tidak melihat apapun. Malam berikutnya dia juga melakukan hal yang sama, dengan menghadap ke arah utara. Hasilnya tetap nihil, tidak mendapatkan petunjuk apa-apa.

Baru pada malam keempat Abdul Rahim mendapatkan hasilnya. Ketika dia menghadap ke arah timur, pandangan matanya terlihat sesuatu. Seberkas cahaya putih bersih dia lihat menyembul di sana. Abdul Rahim berkeyakinan, di daerah sembulan kilauan cahaya itulah tempat yang aman dan damai sebagai tempat tinggal yang permanen.
                                                  Pintu masuk komplek makam

                                Dalam Bangunan nyan yang hitam itu kuburan Tgk chik awe geutah


Maka keesokan harinya mereka langsung berangkat menuju ke daerah asal cahaya tadi. Singkat cerita, sesuai petunjuk Abdul Rahim yang memimpin perjalanan, tibalah mereka di sebuah tempat yang diyakininya sebagai daerah asal cahaya itu.

Saat itu, di sana masih berhutan belantara. Kemudian hutan-hutan itu mereka tebang dan bersihkan untuk dijadikan perkampungan. Suatu hari sambil melepas lelah, setelah capek bergotong-royong, Abdul Rahim menanyakan pada rekan-rekannya, apa nama yang cocok ditabalkan untuk tempat pemukiman baru itu. Ada beberapa nama yang diusulkan mereka, tapi dirasakan tidak ada yang cocok.

Seorang di antara mereka, sambil duduk-duduk membersihkan getah rotan yang lengket di tangannya, mengusulkan sebuah nama. “Untuk apa capek-capek memikirkan nama. Bagaimana kalau kita namai saja Awe Geutah?” tanya orang itu. Usulan itu pun diterima Abdul Rahim dan rekan-rekan mereka yang lain. Nah, sejak saat itulah tempat pemukiman baru mereka itu dinamakan Awe Geutah.
ASSALAMUALAIKUM WR-WB 
Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST


Kisah Muallaf (Muhammad Alexander Russel Webb)

Mohammad Alexander Russel Webb (Amerika Serikat)Diplomat, Pengarang dan WartawanSaya telah diminta untuk menerangkan kepada anda, mengapa saya, seorang Amerika yang dilahirkan dalam sebuah negara yang secara resmi beragama Kristen, dibesarkan dalam lingkungan yang yang mewariskan atau lebih baik dikatakan menjalankan agama Kristen Orthodox sekte Presbitarian, telah memilih dan memeluk Islam sebagai pembimbing saya?

Dengan kontan saya jawab dengan penuh kesadaran dan kesungguhan, bahwa saya telah menjadikan agama ini sebagai jalan hidup saya, sebab setelah saya pelajari dalam tempo yang cukup lama, ternyata bahwa Islam adalah agama yang terbaik dan satu-satunya agama yang dapat mencukupi kebutuhan rohani ummat manusia.
Dan saya ingin menyatakan di sini, bahwa saya tidak lahir seperti anak-anak yang lain, yang memiliki semangat keagamaan. Pada waktu saya mencapai usia 20 tahun dan praktis telah dapat menguasai diri sendiri, dada saya serasa sempit melihat kebekuan Gereja yang sangat menyedihkan, sehingga saya bertekad untuk meninggalkannya untuk selama-lamanya. Untunglah bahwa waktu itu saya mempunyai cara berpikir yang mendalam. Saya selalu berusaha untuk menemukan sebab dari segala sesuatu. Ternyata bahwa tidak ada seorangpun dari kalangan para ahli pengetahuan dan ahli-ahli agama yang bisa memberikan kepada saya keterangan yang bisa dimengerti (rasional) tentang kepercayaan Gereja itu. Kedua golongan itu hanya mengatakan kepada saya bahwa persoalan ini termasuk misterius (pelik dan samar), atau dikatakan bahwa soal itu di luar kemampuan saya berpikir.
Sebelas tahun yang lalu, saya tertarik untuk mempelajari agama-agama Timur. Saya telah membaca buku-buku yang ditulis oleh Mill, Kant, Locke, Hegel, Fichte, Huxley dan lain-lain penulis ternama yang menerangkan dengan penampilan ilmu pengetahuan yang besar tentang protoplasma (unsur-unsur atom dalam pembentukan jasad makhutk yang hidup) dan monad (bagian-bagian atom dalam hewan yang hidup). Akan tetapi tidak ada seorangpun dari mereka yang bisa menerangkan kepada saya, tentang apakah jiwa/roh itu dan bagaimana atau dimana roh itu sesudah mati?
Saya telah banyak berbicara tentang diri saya, dengan maksud untuk menjelaskan bahwa saya masuk Islam bukan hasil pemikiran dan perasaan yang salah, bukan turut-turutan buta, dan bukan dorongan emosi. Akan tetapi adalah hasil penelitian dan pelajaran yang sungguh-sungguh, jujur, tekun dan bebas disertai penyelidikan serta keinginan yang sungguh-sungguh untuk mengetahui kebenaran.
Inti akidah Islam yang murni, ialah menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan, dan tanda penjelmaannya ialah ibadat sembahyang. Islam mengajak kepada persaudaraan dan kecintaan ummat manusia sedunia, dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Islam juga menuntut kejernihan akal, kebaikan amal/perbuatan dan kebenaran dalam kata-kata, bahkan Islam mengajak ke dalam kesucian dan kebersihan badan.
Agama ini, tidak diragukan, adalah agama yang paling mudah dan paling mampu mengangkat derajat kemanusiaan.

Tentang Pengarang : Mohammad Alexander Russel Webb

Beliau dilahirkan di Hudson, Columbia, New York dan belajar di Hudson dan New York. Beliau terkenal dengan tulisan cerita pendeknya. Kemudian beliau bekerja sebagai Pemimpin Redaksi Majalah "St. Joseph Gazette" dan "Missouri Republican." Pada tahun 1887 diangkat menjadi konsul Amerika Serikat di Manila.
Selama menjalankan tugas itulah beliau mempelajari Islam dan menggabungkan dirinya dalam lingkungan kaum muslimin.
Setelah menjadi muslim, beliau mengadakan perjalanan keliling dunia Islam, dan sampai akhir hayatnya beliau mencurahkan waktu untuk melaksanakan misi Islam, dan duduk sebagai pimpinan Islamic Propaganda Mission di Amerika Serikat.
Meninggal dunia pada awal Oktober tahun 1916.
ASSALAMUALAIKUM WR-WB
 Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST


Lanjutan Biografi Syeikh Muhammad Waly Al-Khalidy

PENDIDIKAN PESANTREN





Di pesantren yang beliau bangun itu Syekh Muda Waly mengajarkan kepada masyarakat ilmu agama.Khusus untuk kaum ibu pada hari malam selasa,senin,atau malam senin.Pada malam senin kaum ibu ibu mendapat ceramah agama dari guru guru yang telah ditetapkan oleh beliau .sedangkan pada selasa pagi sebelum zuhur,setelah pengajian subuh,semua kaum ibu ibu yang bermalam di pesantren ikut membangaunn pesantren dengan menimbun sebagian lokasai pesantren yang belum rata dengan batu yang diambil dari pantai.Satu yang aneh dan luar biasa,batu itu dihempaskan oleh gelombang air laut kepantai dan batu batu itu berwarna putih bersih.Dan ini hanya terjadi di pantai yang berada di dekat pesantren. Setelah shalat Dhuhur para ibu ibu tersebut mendapat ceramah dari guru yang telah ditentukan oleh Syekh Muda Waly yang kemudian lanjutkan dengan tawajuh dalm tariqat Naqayabandyah dan shalat ashar.Sedangkan waktu untuk kaum laki laki dalah pada selasa malam mulai maghrib hingga larut malam.
Pada setiap bulan Ramadan Syekh Muda waly mengadakan khalwat untuk masyarakat yang dimulai sejak sepuluh hari sebelum Ramadan sampai harai raya idul fitri.Ada yang berkhalwat selama 40 hari ada juga yang 30 hari dan ada juga yang 20 hari.Selain dalam bulan Ramadan ,khalwat juga diadakan dalam bulam Rabiul awal selama 10 hari.Demikian juga pada bulan Zulhijjah selama 10 hari semenjak tanggal satu sampai 10 Zulhijjah.
Sistem pendidikan pesantren yang diterapkan oelh syekh Muda Waly terbagi kepada dua:
Pertama:sistem qadim,yakni sitem pendidikan yang telah berjalan bagi para ulama sebelumnya.Sistem ini menekankan supaya kitab kitab yang dipelajari mesti khatam.Oleh Karena guru hanya membaca,menerjemahkan dan menjelaskan sepintas lalu makna yang terkandung di dalamnya .Menurut beliau sitem ini kita bagaikan naik bus pada malam hari,yang kita lihat hanyalah jalan yang disorot oleh lamu bus saja.walaupun perjalanannya panjang dan banyak yang kita lihat tetapi hanyalah sekedar jalan yang diterangi oleh lampu bus saja,sedangakan dikiri kanannya kita tidak melihatnya .
Kedua:sistem madrasah.Pada sitem ini para pelajar sudah mengunakan bangku dan papan tulis.Pada sitem kedua ini tidak ditekankan pada khatam kitab,tetapi harus banyak diskusi untuk pendalaman.Sewbagai contoh,apabila pelajaran fiqh yang dibaca adalah kitab Tuhfah Al Muhtaj syarah Minhajul Thalibin,maka yang dibaca hanya sekitar 10 baris saja,dilanjutkan dengan pembahasan pada matannya,syarahnya serta hasyiah hasyiahnya serta pendalaman berdasarkan dalil dalilnya baik dari Al Qur an,Al Hadis ataupun disiplin ilmu lainnya.ini memang memakan waktu yang lama ,tetapi bila para santri terbiasa dengan sstem ini maka akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dalam memahami kitab kuning.Rupanya kedua sitem ini sangat menarik sehingga banyak santri yang berdatangan ke Darussalam yang berasal dari berbagai daerah.
Syekh Muda Waly mengamalkan ilmunya dengan luar biasa.pukul 6.00 pagi beliau mengajar semua santri muali dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi.Disini terbuka pintu bagi semua santri untuk menanyakan segala sesuatu tentang lafaz yang beliau baca..Pukul 9.00 pagi setelah sarapan dan shalat dhuha belaiu menagjar pada tingkat yang lebih tinggi,yang terdiri dari para dewan guru.kitab yang dibaca adalah Tuhfah Al Muhtaj,jam`ul jawami` dan kitab besar lainnya samapai waktu ashar.Sesudah asar beliau juga menyediakan waktu bagi siapa saja yang berminat mengambil ilmu dari beliau.Syekh Muda Waly sangat disiplib dalam menagjar sehingga dalam kondisi sakitpun beliau tetap mengajar.Pernah pada satu kali pada saat beliau sakit.para murid beliau sepakat untuk tidak mendebat beliau,tetapi hanya mendengarkan penjelasan dari beliau.Rupanya hal ini membuat beliau marah,kenapa para murid beliau tidak mendebat beliau.Pertanyaan dan debatan dari murid mrid beliau rupanya menjadi obat yang sangat mujarab bagi beliau.Tetapi beberapa saat setelah mengajar beliau kembali jatuh sakit.Ketekunan dan kedisiplinan beliau dalam mendidik muridnya telah membuahkan hasil yang luar biasa,sehingga dari beliau lahirlah puluhan ulama ulama yang menjadi benteng Ahlussunnah di Aceh dan sekitarnya Hampir seluruh pesantren di Aceh sekarang ini mempunyai pertalian keilmuan dengan beliau dan dari murid murid beliau lahir pulalah ulama ulama terpandang dalam masyarakat.Dengan adanya perjuangan beliau perkembangan faham wahabi dan ide pembaruan terhadap ajaran islam yang telah menjalar ke sebagian tokoh tokoh di Aceh dapat ditekan Beliau sangat istiqamah dengan faham Ahlussunnah dan mazhab syafii Diantara murid murid beliau adalah


1. Al Marhum Tgk. H.Abdullah Hanafiah Tanoh Mirah,pimpinan Dayah darul Ulum, Tanoh Mirah,Bireun
2..Al Marhum Tgk.Abdul Aziz bin Shaleh,pimpinan pesantren MUDI MESRA(Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah)Samalanga,Bireun.
3.Al Marhum Tgk. Muhammad Amin Arbiy.Tanjongan,Samalanga,Bireun.
4. Tgk. H.Muhammad Amin Blang Bladeh(Abu Tumin)pimpinan pesabtren Al Madinatut Diniyah Babussalam,Blang Bladeh Bireun.
5. Teungku H.Daud Zamzamy.Aceh Besar.
6. Al Marhum Tgk..Syekh Syihabuddin Syah(Abu Keumala)pimpinan pesantren Safinatussalamah , Medan.
7. Teungku Adnan Mahmud pendiri pesantren Ashabul Yamin Bakongan Aceh Selatan .
8. Al Marhum.Tgk Syekh Marhaban Krueng Kalee(putra Syekh Hasan Krueng kale) mantan menteri muda era Sukarno.
9. Al MarhumTgk.Muhammad Isa Peudada
10. Al MarhumTgk.ja`far Shiddiq Kuta Cane
11. Al MarhumTgk. Abu Bakar sabil,Meulaboh Aceh Barat
12. Al MarhumTgk.Usman fauzi.Cot Iri,Aceh Besar.
13. Syekh.prof.Muhibbuddin waly (putra beliau sendiri yang paling tua)
14. Al Marhum Syekh Jailani
15. .Al Marhum Syekh Labai sati , Padang Panjang
16. Al Marhum Tgk.. Qamaruddin ,Teunom.Aceh Barat
17. Tgk.Syekh Jamaluddin Teupin Punti,Lhok sukon,Aceh utara
18. Tgk.Syekh Ahmad Blang Nibong Aceh Utara
19. Tgk.Syekh Abbas Parembeu,Aceh Barat
20. Tgk.Syekh Muhahammad Daud,Gayo
21. Tgk.Syekh Ahmad,Lam Lawi,Aceh Pidie
22 Tgk.Muhammad Daud Zamzami,Aceh Basar.
23. Tuanku Idrus, Batu Basurek,Bangkinang
24. Al Marhum Tgk.Syekh Amin Umar,Panton labu
25 Syekh Nawawi Harahap,Tapanuli
26. Al Marhum Tgk Syekh Usman Basyah,Langsa
27. Tgk.Syekh Karimuddin,Alue Bilie,Aceh Utara
28. Tgk.Syekh Basyah Kamal Lhoung,Aceh Barat
Dan lain lain banyak lagi…..





Selain meninggalkan murid,beliau juga meninggalkan beberapa tulisan diantaranya :
1.Al fatwa,Sebuah kitab dalam bahasa indonesia dengan tulisan arab,berisi kumpulan fatwa beliau mengenai berbagai macam permasalahan agama
2.Tanwirul anwar,berisi masalah masalah aqidah
3,Risalah adab zikir ismuz Zat
4.Permata Intan,sebuah risalah singkat berbentuk soal - jawab mengenai masalah i`tiqad
5.Intan Permata,risalah singkat berisi masalah tauhid
Dalam risalah yang terakhir (Intan Permata) beliau memberi keputusan tentang perdebatan Syekh Ahmad Khatib dengan Syekh Sa`ad Mungka,beliau menyebutkan:
“Ketahuilah hai segala ummat Ahlissunnah waljamah,bahwasanya karangan yang mulia Syekh Ahmad al Khatib yang bernama:Izhar Zighlil-Kazibin,tentang membantah Rabithah dan Thariqat naqsyabandiyah itu adalah silap dan salah paham dari Syekh yang mulia itu,karena beliau itu telah ditolak oleh yang mulia Syekh Sa`ad Mungka Payakumbuh(Sumatra Tengah)dengan kitabnya Irghamu Unufil Muta`annitin.Kemudian kitab ini dijawab pula oleh yang mulia Syekh Ahmad al khatib dengan kitabnya as Saiful Battar.Kitab ini pun ditolak oleh yang mulia Syekh As`ad Mungka dengan kitabnya yang bernama Tanbihul `Awam.Pada akhirnya patahlah kalam Tuan Syekh Ahmad al-Khatib .karena itu maka hamba yang faqir ini,Syekh Muhammad waly al Khalidy sebabnya mengambil Thariqat Naqsyabandiyah adalah setelah muthala`ah pada karangan karangan Syekh Ahmad Khathib dan karangan karangan Syekh Sa`ad Mungka dimana antara karangan kedua-dua orang ulama itu sifatnya soal jawab dan debat-berdebat.perlu diketahui bahwa Tuan Syekh Ahmad Khatib itu murid Sayyid syekh Bakrie bin sayyid Muhammad Syatha.Sedangkan Tuan Syekh As`ad Mungkar murid Mufti Az Zawawy,gurunya Syekh Usman Betawi yang masyhur itu.Maka muncullah kebenaran ditangan Tuan Syekh Sa`ad Mungka apalagi saya telah melihat pula kitab as Saiful Maslul karangan ulama Madinah selaku menolak kitab Izhar Zighlil Kazibin.Oleh sebab itu bagi murid muridku yang melihat karanagn syekh Ahmad Khatib itu janganlah terkejut,karena karangan beliau itu ibarat harimau yang telah dipancung kepalanya.”
Syekh Muda Waly bukan hanya berperan dalam menyebarkan ilmu agama saja.Tapi beliau memiliki andil yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia.Dalam mempertahankan proklamasi 17 agustus 1945 para ulama Aceh tampil kedepan dengan mengeluarkan fatwa jihad fi sabilillah dan mendirikan barisan barisan perjuangan.Pada tanggal 18 Zulqa`dah 1364 Teung Syekh Hasan Krueng Kalee mengeluarkan fatwa dengan menyatakan bahwa perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dan berperang menetang musuh musuh Allah adalah suatu kewajiban dan apabila mati dalam peperangan itu akan mendapat pahala syahid .Disamping itu juga diterangkan pula hendaklah ummat islam mengorbankan jiwa dan harta untuk menolong agama Allah dan menolong negara yang sah.fatwa itu dusebarkan luas keseluruh Aceh melalui pemuda pemuda Aceh yang tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia yang kemudian menjadi Pemuda republic Indonesia.
Berdasarkan itu Syekh Muda Waly di Labuhan Haji memperkuat fatwa tersebut melalui pengajian pengajian dan ceramah ceramah umum.bahkan beliau menjabat sebagai pimpinan tertinggi dalam bariasabn Hizbullah,meskipun dalam pelaksanaannya banyak diserahkan kepada keponakannya yang juga merupakan seorang ulama muda yang kemudian menjadi menantu beliau.Di samping itu PERTI yang dipimpin oleh Nya` Diwan telah membawa satu barisan perjuanagan dari Sumatra barat yang disebut Lasymi(Laskar Muslimin Indonesia).Antara kedua laskar ini saling mengisi demi memperjuangkan Ahlussunnah dan mempertahankan kedaulatan Negara dari tangan penjajah..
Peristiwa berdarah di Aceh
Dalam mempertahankan keutuhan negara Indonesia beliau juga memiliki peran ynag sangat penting.Pada tanggal 13 Muharram 1373 /21 september 1953 meletuslah peristwa berdarah di Aceh yaitu peristiwa DI/TII yang dipimpin oleh Tgk.Muhammad Daud Bereueh,mantan gubernur militer Aceh Langkat dan Tanah Karo dan mantan gubernur Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin utama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh).Beliau memang tidak bergabung dalam PUSA karena sebagian besar ulama ynag bergabung dalam PUSA telah terpengaruh dengan ide pembaruan dalam Islam dari Minangkabau.
Dalam hal ini para ulama besar di Aceh yang terdiri dari Kaum Tua antara lain Syekh Muda waly,Syekh Hasan Krueng Kalee,Teungku Abdul Salam Meuraksa,Teungku Saleh Mesigit Raya dan ulama lainnya tidak mendukung gerakan ini,karena mereka mengetahui bahwa latar belakang kejadian ini bukanlah hal hal yang dikaitkan dengan agama tetapi hanyalah hal hal yang dikaitkan denagn dunia semata.oleh karena itu para ulama terszebut mengeluarkan fatwa mengutuk pemberontakan tersebut atas nama para ulama ulama tersebut.tetapi karena semua ulama tersebut berada dalam PERTI maka penonjolannya lebih terlihat atas nama PERTI.Teungku Syekh Muda Waly pada tanggal 18 November 1959 dalam suatu rapat umum di Labuhan Haji mengharamkan pemberontakan tersebut,dan beliau menyatakan siap memberi bantuan menurut kesanggupan beliau.para ulama ulama tersebut sangat menyayangkan kenapa faktor faktor pemberontakan tersebut tidak di musyawarahkan terlebih dahulu dengan para ulama- ulama besar di Aceh.Sehingga segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus melalui peristiwa berdarah.Karena jasa beliau itu,beliau pernah diundang oleh Presiden Sukarno ke istana Bogor pada tahun 1957untuk menghadiri Konferensi Ulama Indonesia untuk memutuskan kedudukan Presiden Sukarno menurut Islam.dalam konferensi tersebut beliau para ulama dari seluruh Indonesia sepakat menyatakan bahwa presiden Sukarno itu presiden yang sah dengan prediket Wali al amri al Dharury bi al syaukah.
Setelah berjuang demi tegaknya agama ini,akhirnya Syekh Muda Waly kembali kehadapan Allah padsa tanggal 11 syawal 1381/20 maret 1961 tepat pukul 15.30 WIB hari selasa.Jenazah beliau di shalatkan oleh ulama dan murid murid beliau serta masyarakat yang terjangkau kehadirannya ke Dayah Labuhan Haji,karena pada zaman itu kendaraan umum masih sangat minim di Aceh selatan.Beliau dimakamkan dalam komplek Dayah Labuhan Haji yang beliau pimpin.Selanjutnya kepemimpinan Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putra putra beliau secara bergantian antara lain Syekh Muhibbuddin Waly,Syekh Jamaluddin Waly,Syekh Mawardi Waly,Syekh Nasir Waly,Syekh Ruslan Waly dan putra putra beliau lainnya.Hal ini karena hampir semua putra beliau menjadi ulama ulama terkemuka.Beliau bukan hanya berhasil dalam mendidik murid muridnya tetapi juga berhasil mendidik putra putranya menjadi ulama ulama yang gigih mempertahankan faham Ahlussunnah wal jamaah.Keberhasilan beliau dapat terlihat dengan jelas,dimana sekarang ini hampir semua pesantren tradisional di Aceh mempunyai silsilah keilmuan dengan beliau.Coba kita lihat beberapa pesantren diAceh saat ini antara lain ;


1.Pesantren LPI .MUDI MESRA, Samalanga dipimpin oleh Teungku H.Hasanoel Basry(Abu Mudi)murid dari Syekh Abdul Aziz (murid Syekh Muda Waly,pimpinan MUDI MESRA sebelumnya)
2.Pesantren Al Madinatud Diniyah Babusslam Blang Bladeh,Bireun dipimpin oleh Syekh H.Muhammad Amin Blang Bladeh (murid Syekh Muda Waly)
3.Pesantren Malikussaleh Panton Labu Aceh utara,dipimpin oleh Syekh .H.Ibrahim Bardan (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
4.Pesantren Darul Huda Lhueng Angen,Lhok Nibong,Aceh Utara,dipimpin oleh Syekh Abu Daud(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
5.Pesantren Darul Munawwarah ,Kuta Krueng,Bandar Dua.Pidie jaya.dipimpin oleh TGK.H Usman Kuta Krueng (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
6.Pesantren Darul ulum,Tanoh Mirah .Bireun.dipimpin oleh TGK.Muhammad Wali,putra Syekh Abdullah Hanafiah,(murid Syekh Muda waly dan pimpinan pesantren tersebut sebelumnya)
7.Pesantren Raudhatul Ma`arif Cot Trueng Aceh Utara, dipimpin oleh TGK.H.Muhammad Amin (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
8.Pesantren Darul Huda, Paloh gadeng Aceh utara.dipimpin oleh Syekh Mustafa Ahmad (Abu Mustafa Puteh,murid Syekh Muhammad Amin Blang Bladeh)
9.Pesantren Ashhabul Yamin,Bakongan,Aceh Selatan,dipimpin oleh Syekh Marhaban Adnan(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga,putra Syekh Adnan Mahmud Bakongan )
10.Pesantren Ruhul fata,Seulimum,Aceh Besar,dipimpin oleh TGK.H.Mukhtar Luthfy (murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga)
11.Pesantren Serambi Makkah,Meulaboh,Aceh Barat.dipimpin oleh Syekh Muhammad Nasir L.c(murid Syekh Abdul Aziz,Samalanga putra Abuya Syekh Muda waly)
12.Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah (BUDI )Lamno,Aceh Jaya.dipimpin oleh Tgk.H.Asnawi Ramli,sebelumnya dipimpin oleh Tgk.Syekh Ibrahim Lamno (murid Syekh Abdul `Aziz Samalanga)
12.Yayasan Dayah Ulee Titi,Ulee Titi,Aceh Besar,dipimpin oleh Tgk.Syekh `Athaillah(murid Syekh Ibrahim Lamno)


Kesemua Pesantren tersebut dan beberapa pesantren lainnya mempunyai pertalian keilmuan dengan Syekh Muda Waly.Demikianlah manaqib singkat Syekh Muda Waly yang lebih populer dalam masyarakat Aceh dengan sebutan Abuya Muda Waly,seorang ulama yang sangat berperan dalam mempertahankan Faham Ahlussunnah dan mazhab Syafii di bumi Aceh.Seorang Ulama besar yang bisa dikatakan sebagai Mujaddid untuk Aceh dan sekitarnya .Semoga Allah menempatkan beliau disisinya yang tinggi.dan semoga Allah melahirkan Syekh Muda Waly lainnya untuk Aceh ini khususnya dan untuk ummat islam lainnya.





Kejadian –kejadian yang dapat menunjuki kelebihan Abuya
1. Penyusunan struktur organisasi Darussalam
Pada satu waktu sekitar awal tahun 1953 Abuya memanggil tokoh –tokoh masyarakat yang mendukung Darussalam baik yang dekat ataupun yang jauh dan para guru guru yang ada di Darussalam beserta murid murid Bustan untuk menghadiri sebuah majlis yang diadakan di ruangan Bustanul muhaqqiqin.Setelah para hadirin lengkap hadir seluruhnya lalu Abuya membuka majlis dengan ummul Qur an, dan Abuya menamakan majlis ini dengan السلامةوالنجاح سفينة ‘’ sehingga saya menamakan satu pengajian di Medan dan sekitarnya dengan nama Safinatus Salamah.Setelah Abuya menyampaikan maksud dan tujuan majlis ini dengan cara rinci,lalu Abuya menyerahkan kepada para hadirin untuk dapat menyusun struktur organissi Darussalam.Seterusnya Abuya meninggalkan majlis danmajlis mulai menyusun dan menetapkan struktur organisasi yang terdiri dari :
a. Pimpinan tertinggi Darussalam :Abuya Syekh H.Muhammad Waly Al-khalidy
b. Wakil pimpinan Darussalam :Tgk.Muhd.Yusuf.Alami
c. Sekretaris Darussalam :Tgk.Idrus Abd.Ghani
d. Ketua Dep.Keamanan :Tgk.Abdullah Tanoh mirah
e. Ketua Dep.P.U :Tgk.Basyah Lhong.
Pengamat Darussalam yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat ,antara lain :
1. Tgk.Nyak Diwan
2. T.Ramli Akasyah (Widana )
3. Tgk.Andan Bakongan
4. T.Usman (Camat)


Dan didukung pula oleh beberapa orang tokoh lainya.Sedangkan Depertemen lain dismpurnakan kemudian .Setelah struktur organisasi dibentuk dan ditetapkan lalu Abuya kembali masuk ke ruangan majlis untuk mengesahkan keputusan majlis tersebut.Usaha ini semua bertujuan untuk mengangkat keberadaan Darussalam ditengah tengah masyarakat kaum muslimin.


KUNJUNGAN GUBERNUR


Sekitar tahun 1954 Gubernur Sumatera utara (Medan )Mr.S.M.Amin,Residen Aceh Abd.Razak danpembesar –pembesar daerah dengan dideking oleh sebuah kompi Brimob mengunjungi Darussalam.Setibanya Gubernur dan rombongan di pintu gerbang Darussalam,kami dan rakyat sekitar telah siap menunggu kedatangan rombongan Gubernur dengan uoacara sambutan ala Darussalam.Seterusnya kami persilahkan Gubernur dan rombongan untuk mengambi tempat dikursi yang telah kami sediakan ,sedangkan diantara gubernur dan residen tersedia kursi yang masih kosong,kemudian saya (Tgk.Keumala) menjemput Abuya untuk menghadiri majlis.Setibanya Abuya dipintu ruangan,Saya berseru :’’Dengan hormat,para undangan mohon berdiri…..!Abuya masuk ruangan.Setelah Abuya menyalami Gubernur dan residen ,…..’’Para undangan mohon duduk kembali ‘’!.Seterusnya majlis dibuka oeh nya` Diwan.bapak gubernur dipersilahkan :!……
Inti sari pidato gubernur:
‘’Pemerintah sangat bersedih hati dan prihati atas meletusnya peristiwa DI/TII di Aceh ini,yang telah banyak menelan korban,baik harta benda dan nyawa maupun sarana dan prasarana lainnya.Olehkarena itu marilah kita bersama-sama bahu membahu berusaha untuk menciptakan keamanan dan kedamaian,sehingga kita dapat melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut dengan agama dan Negara.Seterusnya atas nama pemerintah, gubernur menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada Abuya yang telah memberikan sumbangsih yang sebesar-besarnya kepada terciptanya kembali keamanan di Aceh khususnya dan didaerah lainnya umumnya diIndonesia’’ ………………..Demikian Gubernur
Abuya dipersilahkan ‘’…….
Inti sari dari kata sambutan Abuya:
‘’Peristiwa Aceh yang dahsyat itu berasal dari salah penafsiran Nash Al-Qur an dan Hadis oleh para ulama –ulama yang telah mendukung peristiwa tersebut,oleh karenanya ,andaikata para ulama ulama itu dapat didatangkan atau datang ke Darussalam ini,InsyaAllah saya akan dapat memberikan penafsiran yang benar tentang hukum peristiwa yang sedang bergejolak.Demikian Abuya .seterusnya para hadirin beristirahat sambil minum the, lalu saya mendekati Gubernur memohon kepadanya atas nama Abuya dan murid Darussalam supaya didirikan sebuah kantor pos pembantu di Labuhan Haji ,demi kemudahan kami tentang urusan pos.Gubernur menjawab ‘’ya, saya terima dan saya laksanakan’’ .itulah kantor pos Labuhan haji .Akhirnya gubernur dan rombongan meningglakan Darussalam .


UNDANGAN PRESIDEN

Tidak lama setelah gubernur mengunjungi Darussalam ,Abuya diundang oleh presiden RI Sukarno ke Jakarta .kami rasa undangan ini sangat rapat hubungannya dengan isi kunjungan gubernur ke Darussalam.Rupanya undangan ini bukan saja kepada Abuya tetapi undangan yang sama juga ditujukan kepada tokoh –tokoh ulama yang didaerah masing masimg ada peristiwa yang sama.sekalipun tidak serupa .Diantara tokoh tokoh ulama Aceh yang diundang antaralain Abuya sendiri ,Abu Hasan Krueng kale dan beberapa oarng pengikutnya .Berangkatlah merek a melalui bandara Polonia ,Medan yang mana saya sendiri (tgk.Keumala )ikut mengantarkan mereka kebandara .Setibanya di Jakarta Abuya menemui puluhan tokoh tokoh ulama daerah yang diundang antara lain dari padang ,jawa barat ,Maluku dan lain lain .Setelah berkumpul ulama ulama di istana Negara ,lalu presiden menyatakan selamat datang dan menyampaikan maksud tujuan undangannya ,presiden berkata ‘’saya meminta kepada para ulama yang hadir untuk merumuskan nama dankeberadaan saya sebagai presiden RI.Lalu para ulama merumuskan dan sepakat atas usulan Abuya dengan nama ‘’ أولى الأمرضرورى بالشوكة ‘’.Setelah memutuskan nam ynag disepakati ,lalu Abuya sebagai ketua majlis melaporkan kepada presiden dan presiden menyucapkan terimakasih .Akhirnya para ulam meninggalkan istan menuju daerahnya masing-masing.Dan kepada Abuya khususnya ,Presiden menghadiahkan stu unit mesin listrik bertenaga tinggi,mesin itu dimuatkan melalui Medan melalui gubernur Sumatera Utara kedalam sebuah kapal laut.Abuya ,bupati Aceh selatan (Kamarusyid)dan saya sendiri ikut bersama-sama melalui laut menuju Aceh.Inilah satu-satunya mesin listrik didaerah Labuhan Haji.


PENGAKUAN ULAMA


Tgk.Muhammad Ali Cumat Keumala meriwayatkan sebagai berikut:
‘’Pada akhir tahun 1950 diadakan sebuah forum perdebatan besra di Mesjid Raya Kuta Raja (Banda Aceh )yang diadakan oleh panitia majlis ,ulama –ulama yang hadir dalam forum tersebut terdiri dari kaum ulama tua disatu pihak dan ulama muda dipihak yang lain.Sedangkan masalah ynag dperdebatkan terdiri dari 9 masalah termasuk bilangan rakaat Shalat Tharawih .Dipihak ulama kaum muda muncullah Tgk.Hasbiy Ash Shiddiqiy untuk mengemukakan satu demi satu masalah yang diperdebatkan,lalu ulama kaum tua dipersilahkan untuk menanggapinya .Demikian sterusnya perdebatan itu berlalu diantara mereka selama beberapa malam .Dalam pada itu,hujjah kaum tua mulai melemah sekalipun prinsipnya masih kuat .Akhirnya muncullah Abuya untuk menggapi keseluruhan masalah yang diperdebatkan dengan member dalil dan nash ynag cukup pada setiap permasalahannya,dan Abuya menerangkan asal usul perselisihan seraya beliau menunjuki orang-orang yang mendalangi timbulnya perselisihan.ألحمد لله
Kemudian Tgk.Hasbi Ash Shiddiqi memberikan komentarnya :
‘’Saya tidak berdepat dengan Tgk.H.Muh.Waly,akan tetapi saya ingin mengetahui apakah ia seorang yang alim dan bijaksana’’(Demikian riwayat Tgk.Muh.Ali Cumat)
Disamping itu perlu dicatat bahwa ulama yang hadir merasa kagum dan mengakui akan kealiman Abuya meskipun tidak diucapkan ,kecuali Abu Hasan Krueng Kalee yang mengucapkan langsung bahwa Tgk.H.Muda Wali sangat alim.(tambahan Tgk.Muh .Ali .Cumat)


KUNJUNGAN ULAMA INDIA

Salah seorang Ulama besar india berkebangsaan Pakistan mengunjungi Darussalam sekitar awal tahun 1953.Setibanya ulama ini di Darussalam,keesokan harinya ikut bersama kami ke ruangan Bustanul Muhaqqiqin untuk menurima pelajaran yang akan diberikan Abuya melalui kitab Tuhfatul muhtaj….Abuya masuk ruangan ..pelajaran dimulai dengan Abuya sendiri membaca kitab .kami memperhatikan surah kitab yang dikemukakan Abuya pada hari itu sangat tinggi,dengan cara mengkombinasikan hasil pendapat Ibnu Hajardalam surah Tuhfah dengan pendapat Muhammad Syarwany dalam hasyiah pertama Tuhfah dan duhubungkan pula dengan pendapat Ibnu Qasem pada Hasyiah Tuhfah yang kedua.Kemudian Abuya dapat mentaqrirkan dan mengeluarkan pendapatnya sehingga merupakan sebuah bentuk Hasyiah yang lain dan langsung Abuya menulis dengan tangannya pada lembaran kosong kitab Tuhfah yang ada dihadapannya .Dan tiap-tiap akhir pendapatnya Abuy amenulis إبن سالم إنتهى(Abuya sendiri).Saya memperhatikan dengan sungguh –sungguh sikap ulama ini yang duduk tidak jauh dari saya ,bahwa ia sangat merasa kagum atas pembahasan yang diuraikan Abuya pada setiap masalahyang dibacakan.Pada akhir majlis Bustan ulama tersebut sempatt memberikan kata pengakuaannya .dikatakan ‘’Saya telah mengelilingi Negara-negara Islam di Asia Tengah dan Asia Tenggara dari Pakistan ,Mesir,Makkah ,Madinah ,Yordania ,Malaysia,Indonesia tidak pernah saya dapati Kitab Tuhfah karangan Ibnu Hajar yang dijadikan sebagai mata pelajaran dii Universitas di Negara Negara tersebut ,kecuali di Darussalam ini.Dan saya belum pernah mendengar pembahasan kitab ini setinggi pembahasan yang saya peroleh di dalam Bustanul Muhaqqiqin ini.Syukran !
Akhirnya ulama India itu meninggalkan Darussalam .


KUNJUNGAN K.H.SIRAJUDDIN ABBAS

Seiring dengan kunjungan ulama India ,Darussalam dikunjungi pula oleh seorang ulama besar,pengarang ulung dan merupakan ketua Umum PERTI seluruh Indonesia dari Padang,K.H.Sirajuddin Abbas.Setibanya di Darussalam Abuya langsung menyambut K.H Siraj ini sebagaimana seorang abang menyambut adiknya yang tersayang .Demikian pula K.H. Siraj menghadapai Abuya laksana seorang adik menghadapai abang nya yang tercinta,sekalipun K.H Siraju jauh lebih tua usianya dari Abuya .Demikian pula tidak luput dari perhatian saya pada saat temu ramah dan muzakarah tentang agama yang seharusnya diterapkan dalam PERTI terlihat dalam suasana ringan dan santai.
Tiadak lama kemudian berkunjung pula seorang Ulama terkenal dari Padang yaitu Abuya Labai Sati .Kunjungan Abuya Labai Sati ke Darussalam ,Abuya sambut sebagaimana seroang murid yang disayanginya,dan abuya selalu menghormati nya dalm segala suasana.
Berselang beberapa tahun kemudian ,Abusyik Keumala sempat juga berkujng ke Darussalm untuk menemui Abuya dengan penuh khidmat dan dihormati Abuya sebagai guru besarnya .Selanjutnya Abusyik dalam sebuah pertemuan dengan Abuya menyodorkan Kitab Al Hikam yang memang sudah disediakan untuk dibaca Abuya sebagai mengambil berkat.Abuya membacakan kitab tersebut satu jumlah kalimat pada awalnya dan satu jumlah kalimat pada khatamnya dan Abuya berdoa .Setelah Abusyik meninggalkan Darussalam ,sampai dikampung Abusyik mengatakan kepada semua keluarganya yang berkumpul ;’’Waktu saya melihat Tkg.Syehk H.Muh.WAly seakan akan saya melihat sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam macam intan mutiara didalamnya ‘’Demikian ucapan Abusyik Keumala terhadap Abuya .



SAYA MENGETAHUI TAPI TIDAK BERANI UNTUK BERTANYA

Pada setiap tahun selama saya di Darussalam,saya melihat waktu selesai shalat idul fitri dan khutbahnya daiadakan sebuah acara ketangkasan pencak silat yang dilakaukan pasangan panglima panglima dan ditengah –tengah kumpulan massa penonto sudah disediaakana meja dan sebuah kursi untuk Abuya dan dihadapan terletak sebuah Kitab.Tidak jauh dari dari Abuya saya duduk untuk memeperhatiakn sikapp Abuya .Apabila suasana aksi pencak silat sudah memuncak dan makin seru serta perhatian penonton tertuju pada aksi pencak silat itu dan saya emusatkan perhatian terhadap Abuya ,ternyata Abuya بنفسه شغل ( bimbang dengan dirinya sendiri) dan bukan dengan aksi pencak silat itu.


MANDI ABUYA

Pada setiap pertengahan bulan Syawal Abuya turun mandi kesungai Krueng Baroe disekitar kampong Pante Gelima .sedangkan masyarakat tua muda ,laki laki ,dan perempuan sudah mengetahui ketentuan acara ini melalui informasi Tanya bertanya .Tepat waktu acara itu dilaksanakan pantai Krueng Baroe sudah penuh dengan masyarakat sejak dari jam 08.00 sampai Abuya masuk menghadairi acara tersebut.Sekitar jam 10.00 Abuya hadir ketempat acara .Abuya duduk atas kursi ditenda yang telah disediakan dan dihadapan ny asudah terletak sebuah kitab diatas meja.Acara dimulai dengan permainan pencak silat sepanjang pantai dengan penuh meriah yang disakasiakn ribuan masayrakat sekitar Labuahan Haji.Dan saya perhatikan Abuya sibuk membuka kitab dan membulak balik lembarannya.sedikitpun tidak tampak perhatiannya kepada keramaian masyarakat yang ada dihadapannya ,tetapi Abuya بنفسه شغل ,seterusnya acara makan dimulai dan mandi Abuya dilaksanakan ,sekaligus masyrakat yang hadir ikut mandi bersama ,dan berakhirlah acara ini sampai menjelang waktu azan Dhuhur.
CINCIN ABUYA
Pada jari manis tangan kanan Abuya terselip sebuah bentuk cincin suasa berbunga segi empat bujur.Cincin ini bukan saja saya yang melihatnya .akan tetapi saya yakin semua murid sudah pernah menyaksikannya.Pada suatu yang senggang saya ingi bertanya tentang hal cincin itu,tetapi tidak memungkinkan .Hal ini kecil pada hal luas pembasannya .


SAYA MENGETAHUI DAN BERANI SAYA BERTANYA

Pada tangan Abuya selalu kami melihat tersangkut buah tasbih yang tampaknya sebagai amal lazim baginya,sehingga tidak pernah ditinggal bahkan pada saat menghadap presiden kecuali pada waktu shalat ,mengajar, waktu makan ,waktu zikir khusus dan waktu mandi.Kami tidak pernah melihat Abuya memegang parang atau cangkul untuk membersihkan halaman rumahnya ,dan tidak pernah memegang martil atau gergaji untuk memperbaiki dinding rumahnya .Kami kira Abuya tidak memegang benda lain karena ia takut tertinggal buah tasbihnya .Pada suatu saat yang senggah sayay memberanikan diri untuk bertanya ;’’Abuya …..apakah hikmah kita selalu memegang buah tasbih ..?’’.Abuya menjawab dengan senyum manis ‘’Kalau kita memegang pena,teringat apa yang akan kita tuliskan ,kalau kita memegang pedang ,teringat apa yang akan kita pancungkan ,dan kalau kita memegang buah tasbih ,teringat zikir apa yang akan kita ucapkan.saya menjawab’’ Alhamdulillah jelas Abuya ’’.


SAYA MENGETAHuI AKAN TETAPI KEPADA SIAPA SAYA BERTANYA

Sebagimana saya mengetahui di pantai laut sebelah selatan batasan Darussalm tertimbun batu kerikil putih yang hampir sama ukurannya sejak Abuya mendirikan Darussalm dan dengan batu itulah paya (rawa)Darussalam ditimbun oleh ribuan murid selama bertahun tahun,karena komplek Darussalam itu 25% daratan dan 75% lainnya rawa-rawa.Komplek Darussalam sudah tertimbun rata dan Abuya pun wafat .Lalu batu batu di pantai laut pun hilang semua .Pada tahun 1978 saya dan Tgk H.Sayyid Zain Badrun serta keluarga menziarahi Abuya keDarussalam.Langsung kami datang kepinggir pantai dengan ta`ajjub (heran ) bercampur haru.Dahulunya pantai batu ,kini i berganti menjadi kuala.Sekarang kepada siapa saya bertanya …………………?ألله أكبر لاحولا ولاقوة إلا بالله علي الغظيم ……….


KHATIMAH

Wazifah Abuya yang mulia ini saya orbitkan kehadapan saudara saudara sekalian ,bukanlah keterangan catatan dari orang lian akan tetapi merupkan serangkaian catatan emas didalam kenangan saya sendiri yang InsyaAllah tak akan terlupakan untuk selama lamaya ,memang jarak jauh waktu saya mu`asharah dengan masa kini saya di Medan sudah ± 40 tahun .namun dalam kenangan saya terasa baru kemarin terpisah dengan Abuy ,perhatikanlah kalau kita ingin menyimpulkan seluruh kegiatan Abuya maka ternyata tersimpan kedalam 3 pokok perjuangan yaitu ;
1. Tuntut ilmu dan mengajar dengan segala macam sistemnya
2. Amar ma`ruf nahi mungkar dengan segala macam tehniknya
3. Ibadah ,berzikir dan berdoa dengan segala macam qaedah dan kaifiatnya .
Semua Wazifah Abuya yang telah kita bicarakan merupakan wazifah wazifah lahiriyah sedangkan wazifah bathiniyah belum/tidak kita bicarakan,seperti: syaja`ah Abuya ,sabarnya, tawakkalnya,tadharru`nya,zahidnya,ikhlasnya,idraknya,pahamnya,istiqamahnya,dan wazifah nafisah lainnya,karena wazifah ini hanya Allah ta`ala ynag mengetahui dan menilainya والشهادة هو الرحمن الرحيم عالم الغيب
Abuya sudah tiada ……………………..dan Abuya sudah meninggalkan contoh kepada kita semua.Mari kita ikuti jejak langkahnya menurut kemampuan dan kelayakan yang ada pada kita.Abuya sudah berangkat .Tgk.Keumala berseru Abuyaku ………Abuya kami ………….tunggulah kami .kami menunggumu .ألفاتحة الشريفة untuk Abuya …..


Medan 25 november 1997
Tgk.H.SYIHABUDDIN SYAH (ABU KEULAMA)


Biografi sebelumnya >> Biografi Ulama Aceh (Syeh H.M.Waly Al-Khalidy)
ASSALAMUALAIKUM WR-WB 

Selamat Datang Di Blog Dayah Mulia... Blog aneuk dayah mulia.. semoga dengen blog nyoe tanyoe aneuk dayah mulia jeut tabagi-bagi informasi dan ilmu , dan bermamfaat bagi tanyoe bersama. Hidup aneuk dayah mulia. "BEST ADaM" IS THEN BEST


Biografi Ulama Aceh (Syeikh H. Muhammad Waly Al-Khalidy)


Profil Syeikh Muda Waly al Khalidy An Naqsyabandy Al Asyiy


Syeikh Muda Waly Al khalidy dilahirkan di Desa Blang poroh,kecamatan Labuhan Haji,kabupaten Aceh Selatan,pada tahun 1917.Beliau adalah putra bungsu dari Sheikh H.Muhammad Salim bin Malin Palito.Ayah beliau berasal dari Batu sangkar,Sumatra Barat.Beliau datang ke Aceh Selatan selaku da`i.Sebelumnya,paman beliau yang masyhur dipanggil masyarakat Labuhan Haji dengan Tuanku Pelumat yang nama aslinya Syeikh Abdul Karim telah lebih dahulu menetap di Labuhan Haji.
Tak lama setelah Sheikh Muhammad salim menetap di Labuhan Haji,beliau dijodohkan dengan seorang wanita yang bernama Siti Janadat,putri seorang kepala desa yang bernama Keuchik Nya` Ujud yang berasal dari Desa Kota Palak,Kecamatan Labuhan Haji,Aceh Selatan. Siti Janadat meninggal dunia pada saat melahirkan adik dari Sheikh Muda Waly.Beliau meninggal bersama bayinya.Syekh Muhammad salim sangat menyayangi Sheikh Muda Wali melebihi saudaranya yang lain.Kemana saja beliau pergi mengajar dan berda`wah Sheikh Muda Waly selalu digendong oeh ayahnya.Mungkin Sheikh Muhammad Salim telah memiliki firasat bahwa suatu saat anaknya ini akan menjadi seorang ulama besar, apalagi pada saat Sheikh Muda Waly masih dalam kandungan , beliau bermimpi bulan purnama turun kedalam pangkuannya .
Nama Syeikh Muda Waly pada waktu kecil adalah Muhammad Waly.Pada saat beliau berada di Sumatra Barat,beliau dipanggil dengan gelar Angku Mudo atau Angku Mudo Waly atau Angku Aceh.Setelah beliau kembali ke Aceh masyarakat memanggil beliau dengan Teungku Muda Waly.Sedangkan beliau sering menulis namanya sendiri dengan Muhammada Waly atau lengkapnya Syekh Haji Muhammad Waly Al-Khalidy.


Perjalanan pendidikannya
Syekh Muda Waly belajar belajar Al-Qur an dan kitab-kitab kecil tentang tauhid,fiqh,dan dasar ilmu bahasa arab kepada ayahnya.Disamping itu beliau juga masuk sekolah Volks-School yang didirikan oleh Belanda.Setelah tamat sekolah Volks School,beliau dimasukkan kesebuah pesantren diibu kota Labuhan Haji,Pesantren jam`iah Al-Khairiyah yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Ali yang dikenal oleh masyarakat dengan panggilan Teungku Lampisang dari Aceh Besar sambil beliau sekolah di Vervolg School.Setelah lebih kurang 4 tahun beliau belajar di pesantren Al-Khairiyah beliau diantarkan oleh ayahnya ke pesantren Bustanul Huda di ibukota kecamatan Blangpidie.Sebuah pesantren Ahlussunnah wal jama`ah sama seperti Pesantren Al-Khairiyah,yang dipimpin oleh seorang ulama besar yang datang dari Aceh Besar,Syekh Mahmud.Dipesantren Bustanul Huda,barulah beliau mempelajari kitab – kitab yang masyhur dikalangan ulama Syafi`iyah seperti I`anatut Thalibin,Tahrir,dan Mahally dalam ilmu fiqh,Alfiyah dan Ibn `Aqil dalm ilmu nahwu dan sharaf.


Setelah beberapa tahun di Pesantren Bustanul Huda,terjadilah satu masalah antara beliau dengan gurunya,Teungku Syekh Mahmud.Yaitu perbedaan perdapat antara beliau dengan gurunya tersebut tentang masalah berzikir dan bershalawat sesudah shalat didalam masjid secara jahar.Dikemudian harinya Syekh Muda waly ingin melanjutkan pendidikan kepesantren lainnya di Aceh Besar,tetapi sebelumnya, ayah syekh Muda Waly,Haji Muhammad Salim meminta izin kepada Syekh Mahmud,minta do`anya untuk dapat melanjutkan pendidikan kepesantren lainya dan yang terpenting meminta maaf atas kelancangan Syekh Muda Waly berbeda pendapat dengan gurunya dalam masalah tersebut.Berkali kali beliau dan ayahnya meminta ma`af kepada Syekh Mahmud tetapi beliau tidak menjawabnya.Pada akhirnya setelah beliau kembali dari Sumatra Barat dan Tanah suci,Makkah,maka timbullah kasus di kecamatan Blang Pidie.Ada seorang ulama dari kaum Muda dari PUSA(Persatuan Ulama Seluruh Aceh)yang bernama Teungku Sufi, mendirikan Madrasah Islahul Umum di Susuh,Blang Pidie,berda`wah dan membangkitkan masalah –masalah khilafiyah.Dalam satu perdebatan terbuka diibukota kecamatan Blang Pidie,dia mengungkapkan dalil dan alasannya sehingga hampir kebanyakan ulama termasuk Teungku Haji Muhammad Bilal Yatim dapat dikalahkan.Tetapi pada waktu giliran perdebatan Teungku Sufi tersebut dengan Syekh Muda Waly semua dalil dan alasannya beliau tolak,beliau hancurkan tembok-tembok alasannya sehingga kalah total didepan umum.Tak lama setelah itu barulah Syekh Mahmud mema`afkan kesalahan Syekh Muda Waly yang berani berbeda pendapat dengan gurunya tersebut pada waktu masih belajar di Bustanul Huda.


Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda,beliau mengungkapkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya kepesantren di Aceh Besar kepada ayahnya,Syekh H.Muhammad Salim.Ayah beliau sangat senang mendengarkan niat beliau.Apalagi Syekh H.Muhammad Salim telah mengetahui bahwa putranya ini telah menamatkan kitab-kitab agama yang dipelajari di Pesantren Bustanul Huda.
Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji,ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas yang lain merupakan milik kakak kandung Syekh Muda Waly,yaitu Ummi Kalsum.Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke kecamatan Manggeng.Setelah sampai ke Manggeng,ayahanda beliau berkata”Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”.Sesampainya di Blang Pidie,Syekh Muhammad Salim berkata kepada putranya,Syekh Muda Waly”biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”.Pada kali yang ketiga ini Syekh Muda Waly merasa keberatan,karena seolah olah beliau seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu.Syekh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda,namanya Teungku Salim,beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar.
Sesampainya di Banda Aceh,beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syekh H.Hasan Krueng Kale,ayahanda dari Syekh H.Marhaban,menteri muda pertanian Indonesia para masa Sukarno.Beliau sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari,pada saat syekh Hasan Krueng Kale sedang mengajar kitab-kitab agama.Dianatar kiatab yang dibacakan adalah kitab Jauhar Maknun.Syekh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut.Sebelum Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut,dengan kalimat terkhit Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil.Setelah selesai pengajian Syekh Muda Waly merasa bahwa syarahan syarahan yang diberikan oleh Syekh Hasan Krueng Kale tidak lebih dari pengetahuan yang beliau miliki dan apabila beliau membacakan kitab tersebut maka beliau juga akan sanggup menjelaskan seperti syarahann yang dipaparkan oleh Syekh Hasan Krueng Kalee.Walaupun demikian beliau tetang menganggap Syekh Hasan KruengKale sebagai guru beliau .Bagi Syekh Muda Waly,cukuplah sebagai bukti kebesaran Syekh Hasan Krueng Kale,apabila guru beliau Syekh Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Kuerng Kale.Syekh Muda Waly hanya satu hari di Pesantren krueng Kale.Beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu.Akhirnya merekapun berpisah.Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syekh Hasballah Indrapuri,beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri.pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya.Syekh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu Al –Quran masih kurang.inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri.Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku,satu hal yang baru untuk kala itu.Pada saat mengikuti pelajaran,kebetulan ada seorang guru yang membacakan kitab-kitan kuning,Syekh Muda Waly tunjuk tangan dan mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya,maka beliau meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya.Dari situlah Ustad dan murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas.Maka ustad tersebut mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau,kebetulan sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syekh Muda Waly sudah habis,maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.
Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut,Teungku Syekh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syekh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut.Semenjak saat itu Syekh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu.Pagi,siang,sore dan malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar.Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam sampai subuh.Waktu waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk mengajar.Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut.Karena padatnya jadwal beliau dan beliau kelihatan kurus,tetapi alhamdulillah walaupun demikian beliau tidak sakit.
Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri,datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang payung kepada Syekh Muda Waly untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang,Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama tamatan Al-Azhar,Mesir Ustad Mahmud Yunus.Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi syekh Muda Waly,timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar,Mesir.Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di Al Azhar dan Darul Ulum di Cairo,Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra Thawalib.Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syekh Muda Waly ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al Azhar.
Berangkatlah Syekh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun,dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah.tiba tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak gerik Syekh Muda Waly selama di kapal ,bersedia membantu Syekh Muda Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.
Setelah sampai di Normal Islambeliau segera mendaftarkandiri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut.Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan :
1.Cita-cita melanjutkan pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan tujuan memperdalm ilmu agama,karena cita-cita beliau mudah-mudahan beliau menjadi seorang ulama sperti ulama ulam besar lainnya.Tetapi rupanya ilmu agama yangdiajarkan di normal Islam amat sedikit.Sehingga seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan ilmu agamanya dengan ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut.
2.Di normal Islam pelajaran umum lebih banyak diajrakan ketimbang pelajaran agama.Disana diajarkan ilmu matematika,kimia,biologi,ekonomi,ilmu falak,sejarah Indonesia,bahasa inggris.bahasa belanda,ilmu khat dan pelajaran olahraga.
3. Di normal Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan peraturan peraturan di lembaga tersebut,Di situ para pelajar diwajibkan memakai celana ,memakai dasi,ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran umum diatas.Menurut hemat Syekh Muda Waly,kalau begini,lebih baik beliau pulang ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki daripada menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat.




Setelah beliau keluar dari Normal Islam,beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub,penerjemah Ihya `ulumuddin .Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syekh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh,tetapi menetaplah dulu di Padang,barangkali ada manfaatnya.
Pada suatu sore beliau mampir untuk berjamaah maghrib di sebuah surau yaitu di Surau Kampung Jao.Setelah shalat maghrib kebiasaan disurau itu diadakan pengajian dan seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab berhadapan dengan para jamaah.rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan yang di sampaikan menurut Syekh Muda Waly tidak tepat,maka beliau membetulkan.sehingga ustaz itu dapat menerima.sedangkan jamaah para hadirin bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan membetulkan pendapat ustaz itu.
Akhirnya para jamaah beserta ustaz tersebut meminta beliau supaya datang kesurau itu untuk menjadi imam solat dan mengajarkan ilmu agama . Begitulah dari hari ke hari,ayahku mulai dikenal dari satu surau ke surau yang lain , dan dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang padang, tetapi dari daerah Aceh dan nama Aceh sangat harum dalam pandangan ummat islam Sumatra barat. Dan yang lebih mengagumkan lagi ialah kemahiran beliau dalam ilmi fiqh, tasawwuf, nahu dan lain. Barulah sejak itu beliau dipangil oleh masyarakat dengan Angku Mudo atau Angku Aceh.
Pada masa itu pula sedang hangat-hangatnya di Sumatra Barat tentang masalah- masalah keagamaan yang sifatnya adalah sunat-sunat’ seperti masalah usalli,masalah hisab dalam memulai puasa Ramadan,hari raya ‘Id al –fitr dan lain lain.Terjadilah perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum muda.
Syekh Muda Waly berasal dari Aceh dalam kelahiran,dan pendidikannyai,tentu saja berpendirian dalam semua masalah masalah itu seperti pendirian para ulama Aceh sejak zaman dahulu,karena semua ulama Aceh khususnya dalam bidang syari’at dan fiqh islam tidak ada bertentangan antara yang satu dengan yang lain.Apalagi ulama ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin al-Raniri,Syeikh Abdul Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala],Ssyeikh Hamzah Fansuri,Syekh Syamsuddin Sumatrani dan lain lain.Semuanya bermazhab Syafi`I dan antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari“at dan fiqh Islam kecuali hamya perbedaan pendapat dalam masalah tauhid yang pelikdan sangat mendalam ,yaitu masalah Wahdah al-Wujud,juga masalah hukum Islam yang berkaitan dengan politik,seperti masalah wanita menjadi raja.
Karena itulah maka semua masalah masalah kecil di atas sangat dikuasai oleh Syekh Muda Waly dalil dalil hukum dan alasan alasannya ,al Qur’an dan hadist ,dan juga dari kitab kitab kuning. Karena itulah ,maka terkenallah beliau di kota padang dan mulai dikenal pula oleh seorang ulama besar di kota padang itu,yaitu syeikh Haji Khatib Ali,ayahandanya Prof.Drs.H. Amura.Syeikh Khatib Ali ulama besar ahli al-sunnah wa al-jama’ah dipadang .Murid daripada Syeikh Ahmad Khatib di Mekkah Al- Mukarramah.beliu mendapat ijazah ilmu agama dari Syeikh Ahmad Khatib dan mendapat pula ijazah Tariqat Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ustman Fauzi Jabal Qubais Mekkah al-mukarramah.Yang menjadikan beliu terkenal di padang karena kegigihannya mempertahankan `aqidah ahli al-sunnah wa al-jama`ah dan mazhab syafi`i, di samping pula beliu adalah menantu seorang ulama besar dalam ilmu syari`at dan tariqat,yaitu Syeikh sa`ad Mungka. Syeikh sa`ad Mungka .Syekh Khatib Ali sangat tertarik kepada Syekh muda Waly sehingga beliau menjodohkan Syekh Muda Waly dengan seorang family beliau yaitu Hajjah Rasimah,yang akhirnya melahirkan Syekh prof.Muhibbuddin Waly.Sejak itulah kemasyhuran Syekh Muda Wali semakin meningkat dan terus ditarik oleh ulama-ulama besar lainnya dalam kelompok para ulama kaum tua,tetapi beliau secara tidak langsung juga mengambil hal-hal hal yang baik dari ulama-ulama lainnya, seperti orang tuanya Buya Hamka, Haji rasul.
Kemudian Syekh Muda waly juga berkenalan dengan Syekh Muhammad Jamil Jaho .Maka beliau mengikuti pengajian yang diberikan oleh Ulama besar Padang tersebut.Hubungan beliau dengan Syekh Muda Waliy pada mulanya hanya sekadar guru dan murid.Syekh Jamil Jaho adalah seorang Ulama Minangkabau,murid Syekh Ahmad Khatib.Beliau diakui kealimannya oleh ulama lainnya terutama dalam ilmu bahasa arab.Di Pesantren jaho itulah Syekh Muhammad Jamil Jaho mengumpulkan murid muridnya yang pintar untuk mencoba pengetahuan Syekh Muda Waly pada lahiriyahnya mereka seperti mengaji pada Syekh Muda Waly tapi pada hakikatnya adalah untuk menguji dan mencoba Syekh Muda Waly dengan berbagai ilmu alat..Rupanya semua debatan tersebut dapat dijawab oleh Syekh Muda Waly.Dari situlah,Syekh Muda Waly semakin terkenal dikalangan para ulama Minangkabau .Akhirnya Syekh Muda Waly dinikahkan dengan putri Syekh Muhammada Jamil Jaho yaitu dengan seorang putrinya yang juga alim,Hajjah Rabi`ah yang akhirnya melahirkan Syekh H.Mawardi Waly.Akhirnya syekh Muda Waly menempati rumah pemberian paman istri beliau yang pertama,Hajjah Rasimah .Rumah itu terdiri dari dari dua tingkat.Pada bagian bawahnya di gunakan sebagai madrasah tempat majlis ta`lim
Apabila datang hari hari besar islam ummat Islam di Kota Padang beramai ramai datang kerumah tersebut.Para Ulama Kota Padang khususnya sering berdatangan ke rumah tersebut karena bila tak ada undangan Syekh Muda Waly sibuk mengajar dan berdiskusi dengan para ulama lainnya Apalagi dalam rumah itu juga tinggal seorang ulama besar lain,Syekh Hasan Basri,menantu dari Syekh Khatib `Ali Padang dan suami dari Hajjah Aminah, ibunda dari istri beliau Hajjah Rasimah .Pada tahun 1939 Syekh Muda Waly menunaikan ibadah haji ketanah suci bersama salah seorang istri beliau Hajjah rabi`ah .Selama di Makkah beliau tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan .Selain menunaikan ibadah haji, beliau juga memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari ulama ulama yang mengajar di Masjidil Haram antara lain Syekh Ali Al Maliki,pengarang Hasyiah al - Asybah wan nadhaair bahkan beliau mendapat ijazah kitab kitab hadis dari Syekh Ali Al Maliki .
Selama di Makkah Syekh Muda Waly seangkatan dengan Syekh Yasin Al fadani,seorang ulaam besar keturunan Padang yang memimpin Lembaga Pendidikan Darul Ulum di Makkah al mukarramah .
Pada waktu Syekh Muda Waly berada di Madinah pada setiap saat shalat beliau selalu menziarahi kuburan yang mulia Rasulullah Saw.Pada waktu itu siapa saja yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan dipukul oleh polisi dengan tongkatnya.tetapi pada saat Syekh Muda Waly sedang bermunujat dekat makam Rasullualah,beliau didekati oleh polisi,ingin memukul beliau,maka Syekh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut dengan bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan beliau dan membiarkan beliau duduk lama didekat maqam Nabi SAW.Di Madinah Syekh Muda Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri lain terutama dari Mesir.Beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir,sehingga beliau sudah bertekat menuju ke Mesir,tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu beliau membawa istri beliau Hajjah Rabi`ah.Istri beliau keberatan ditinggalkan untuk pulang ke Indonesia.akhirnya beliau urung berangkat ke Mesir.
Selama beliau di Makkah ataupun Madinah beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun.Hal ini kemungkinan besar karena dua hal :
1.Karena beliau berada di tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan ,waktu yang sangat singkat bagi beliau yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali ilmu dari berbagai ulama.Sehingga habislah waktu beliau hanya untuk menemui dan berdiskusi dengan para ulama lainnya.
2.pada umumnya para pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan thariqat,mengambil ijazah, dan berkhalwat harus berada di tanah suci pada bulan Ramadan.Karena pada bulan Ramadan halaqah pengajian sepi bahkan libur.Semua waktu dalam bulan Ramadhan dutujukan untuk beribadah.Sedangkan Syekh Muda Waly berada di Tanah suci bukan dalam bulan Ramadhan .
Kepulanngan Syekh Muda Waly dari tanah suci beliau mendapat sambutan dari murid murid beliau serta dari ulama ulama Minangkabau lainnya seoerti Syekh `Ali Khatib,syekh Sulaiman Ar Rasuli,Buya syekh Jamil Jaho.Hal ini dikarenakan,dengan kembalinya Syekh Muda Waly,maka bertambah kokoh dan kuatlah benteng Ahlussunnah wal jamaah di padang khususnya.
Dikalangan ulama ulama besar itu,Syekh Muda Waly merupakan yang termuda diantar mereka,sehingga dalam perdebatan perdebatan ilmu keagamaan yang populer pada masa itu,Syekh Muda Waly lebih didahulukan oleh ulama dari kelompok kaum tua untuk menghadapi ulama dari kaum muda .Uniknya kedua belah pihak (Ulama kaum Tua dan Ulama kaum Muda) menampilkan orang orang muda dari kedua belah pihak.Sehingga antara ulama tua dari kedua belah pihak seolah olah tidak terjadi perbedaan pendapat.
Walaupun Syekh Muda Waly telah memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas,namun ada hal yang belum memuaskan hati beliau yaitu ilmu yang beliau miliki belum mampu menenangkan batin beliau ,akhirnya beliau memutuskan untuk memasuki jalan tasauf sebagaiman yang telan ditempuh oleh ulama- ulama sebelumnya.Apabila Ar Ranirin di Aceh mengambil tariqat Rifa`iyah dan Syekh Abdur Rauf yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Teungku Syiah Kuala mengambil tariqah Syatariyah maka Syekh Muda Waly memilih Thariqat Naqsyabandiyah,sebuah tariqat yang popular di Sumatra Barat kala itu .Beliau berguru kepada seorang Ulama besar Tariqah di sumatar barat kala itu yaitu Syekh Abdul ghaniy Al Kamfary bertempat di Batu Bersurat,kampar,bangkinang.Beliau bersuluk disana selama 40 hari lamanya .Menurut sebagian kisah menyebutkan bahwa selama dalam khalwatnya dengan riyadah dan munajat berupa mengamalkan zikir zikir sebagaimana atas petunjuk Syekh Abdul Ghany beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjanji untuk mandi dan berwudhuk.
Setelah selesai berkhalwat beliau merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi kebahagiannya ketika mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini.Beliau mendapat ijazah mursyid dari Syekh Abdul Ghani sebagai pertanda bahwa beliau sudah diperbolehkan untuk mengembangkan thariqah Naqsyabandi yang beliau terima..Setelah mendapat ijazah thariqah beliau kembali kekota Padang dan mendirikan sebuah Pesantren yang bernama Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung, Padang.Sebuah pesantren yang terdiri dari beberapa surau dan asrama. banyak murid yang mengambil ilmu di pesantren tersebut bahkan juga santri - santri dari Aceh..Tetapi pada saat jepang masuk kePadang, Syekh Muda Waly mengambil keputusan pulang ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki.Sehingga akhirnya Pesantren yang beliau bangun di Padang lumpuh.
Pulang ke Aceh
Setelah Syekh Muda Waly berjuang menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan yang secara lahiriahnya seperti tidak teratur,tetapi pada hakikatnya bagi Allah S.W.T.,perjalanan pendidikan beliau selama ini membawa beliau naik ke tingkat martabat ulama dan hamba Allah yang shalih. Maka dengan hasil perjalanan pandidikannya serta pengalaman-pengalaman yang beliau dapati selama ini, rasanya bagi beliau sudah cukup dijadikan pokok utama untuk mengembangkan agama Allah ini dengan pendidikan pesantren di tempat beliau dilahirkan, di blang poroh Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Meskipun pada waktu itu kata Darusssalam itu belum ada, dan adanya nama ini setelah beliau mendirikan pesantrten di desa beliau sendiri.
Lebih kurang pada akhir tahun 1939, beliau kembali ke Aceh Selatan melalui parahu layar dari Padang ke Aceh di kecamatan Labuhan haji.Beliau disambut dengan meriah oleh ahli famili, para teman dan masyarakat, Labuhan Haji. Setelah beberapa hari beliau berada di desanya, maka beliau bertekad membagun sebuah pasantren. Pembangunan sebuah pesantren kali pertama tentu seadanya saja. Maka beliau hanya mendirikan sebuah surau bertingkat dua. Pada tingkat dua di atas sebagai tempat tinggal beliau beserta keluarga, sedangkan pada tingkat bawah dan yang masih tersisa di atas dipergunakan sebagai tempat ibadah.


Lahan tempat mendirikan musholla yang diberi oleh famili beliau sangat terbatas, sedangkan jamaah sudah mulai kelihatan berbondong-bondong datang ke surau beliau. Ibu-ibu pada malam selasa dan harinya, sedangkan bapak-bapak pada malam rabu dan harinya pula. Oleh karena itu, maka beliau ingin memperluas lahan untuk betul-betul memulai sebuah pesantren yang dapat menampung santri-santri dengan tempat tinggalnya sekalian, yang dalam istilah Aceh, disebut dengan rangkang-rangkang. Maka beliau berusaha untuk membeli tanah sekitar surau yang ada. Beliau membeli tanah untuk pembangunan pesantren sedikit demi sedikit, hingga mencapai ukuran 400×250 m2. Di atas tanah itulah beliau menampung santri-santri yang berdatangan sedikit demi sedikit, dari Kecamatan Labuhan Haji, dari kecamatan-kecamatan di Aceh Selatan, bahkan juga dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Aceh. Berkembanglah pesantren itu, sehingga pelajar-pelajar dari luar daerahpun pada berdatangan, khususnya dari berbagai propinsi di Pulau Sumatra.


Pesantren itu beliau bagi-bagi atas berbagai nama, sebagai berikut;
Pertama: Darul-Muttaqin;di bagian ini terletak lokasi madrasah, mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi dan di sampingnya dibangun sebuah surau besar selaku tempat ibadah. Khususnya dalam pengembangan tariqat Naqsyabanditah dan dijadikan tempat khalwat atau suluk 40 hari selama ramadhan dengan 10 hari sebelumnya, 10 pada awal zulhijjah, 10 hari pada bulan Rabiul awal
Kedua : Darul `Arifin ;dilokai ini bertempat tinggal guru guru ynag sebagian besar sudah berumah tangga.Lokasinya agak berdekatan dengan pantai Laut Samudra Hindia
Ketiga : Darul Muta`allimin ;Ditempat ini bertempat tinggal para santri pilihan diantaranya anak syekh Abdul ghani Al kampari,guru tasauf Syekh muda Waly .
Keempat : Darus salikin ;dilokasi ini banyak asrama asrama tempat tinggal para pelajar penuntut ilmu yang juga digunakan sebagai tempat berkhalwat.
Kelima : Darul zahidin ;lokasi yang paling ujung dari lokasi pesantren Darussalam ini .Kalau bukan karena tempat lainnya sudah penuh,maka jarang seklai santri yang mau tinggal di lokasi ini apalagi tempat ini pada mulanya merupakan tambak udang dan ikan .
Keenam : Darul Ma`la ;lakasi ini merupakan lokasi nomr satu karena tanhnya tinggi dan udaranyapun bagus dan terletak dipinggir jalan .


Semua lokasi ini dinamakan oleh syekh Muda waly dengan nama demikian sebagai tafaul kepada Allah semoga semua santri yang belajar disitu menjadai hamba hamba Allah yang senatiasa menuntut ilmu (Al Muta`allimin),hamba hamba yang zahid, mengutamakan akhirat dari pada dunia (Az-Zahidin),hamba hamba yang shalih mendapat tempat terhormat baik disisi Allah maupun dalam pandangan masyarakat .
Tak lama kemudian beliau menikah dengan seorang wanita dari desa pauh,Labuhan Haji.Kemudian beliau mendirikan sebuah pesantren lain di ibu kpta kecamatan.Pesantren ini merupakan sebuah pesantren khusus,pelajarnya juga tidak banyak .para pelajar di pesantren ini secara langsung berhadapan dengan kaum orang orang yang berfaham wahabi sewhingga mendatangkan persaingan pengembangan ilmu pengetahuan agama melalui perdebatanm yang diadakan para pelajar membahas masalah masalah khilafiyah dengan dalil dalilnya menurut pendirian ulama ahlussunnah waljamaah .Dipesantren inilah diadakan pengajian yang dikuti oleh semua lapisan masyarakat bahkan juga dikuti oleh kalanganMuhammadiyah dan golongan Salik Buta sehingga menjadikan majlis ini majlis yang dipenuhi dengan pertanyaan dan debatan yang ditujukan kepada Syekh Muda Waly.namun semuanya dapat di jawab oleh Syekh Muda Waly dengan jawaban ilmiah yang memuaskan.  

Akhirul Kalam

Trimong geunaseh ats kunjungan ureung dron ke dalam blog nyoe. Semoga blog DAYAH MULIA nyoe bermamfaat bagi ureung dron bandum. Amin...!

sayang

”Ilmu
Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

Join US on Facebook

Nyoe adalah Posted Geutanyoe bersama. Jadi dijaga bersama. Semoga bermamfaat.

Total Tayangan Halaman

Arsip Blog

MOST RECENT

laba2

Foto Bersama

Content right


widgeo.net

About Me

Foto Saya
Lon Aneuk Teupin Batee.. Lahe Pada 10-12-1993 Di teupin Batee... Natupat Teupin Batee???

Contact

Followers

Social Icons

Bahasa

Catwidget4

topads

Like on Facebook

Become our Fan